Jumat, 15 Februari 2013

Cara Mendapatkan Ilmu Laduni Menurut Alqur’an dan Sunnah


Abu Haidar
Alumni Madrasah Darussa’adah – Gunung Terang – Bandar Lampung
Bismillah….
Sebelum membaca artikel ini, mari luruskan dahulu yaqin kita kepada Allah….
Bahwa Makhluq ini tidak kuasa, tapi Allah yang maha kuasa!
Belajar (menuntut ilmu) diwajibkan untuk semua muslimin dan muslimat (hadits).
Tapi Hakikatnya ilmu dtang dari Allah bukan dari Belajar. Begitu pula rezeki datang bukan dari kerja kita.!
Kita Belajar karena perintah Allah dan Sunnah Nabi.
Jika Allah kehendaki, dengan belajar – Allah berikan ilmu
Jika Allah kehendaki, dengan belajar – tapi Allah tidak berikan ilmu
Jika Allah kehendaki, tanpa belajar pun – Allah berikan ilmu
Laailaha illallah
Belajar itu makhluq, Allah yang kuasa
+++++++++++++++++++++++++++++++++
Ilmu laduni /ilmu mauhub merupakan salah satu ilmu yang harus dimilki oleh orang yang ingin menjadi ahli tafsir alqur’an. Disamping harus mengusai 14 cabang ilmu lainnya seperti ilmu lughah, nahwu, saraf, balaghah, isytiqoqo, ilmu alma’ani, badi’, bayan, fiqh, aqidah, asbabunuzul, nasikh mansukh, ilmu qiraat, ilmu hadits, usul fiqah ( hukum-hukum furu’) dan ilmu mauhub ( fadhilah alqur’an, syaikh maulana zakariyya).
Ilmu ini adalah karunia khusus dari Allah swt.
A. Dalil-dalil ayat Al-qur’an tentang ilmu laduni/mauhub

1.       “Dan Takutlah kepada Allah niscaya Allah akan mengajari kalian“ (Qs. Al baqarah ayat 282)
2.        “Dan orang-orang yang berjuang di jalan kami (berjihad dan mendakwahkan agama) maka akan kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan kami (jalan-jalan petunjuk). Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang ihsan (muhsinin) (QS Al’ankabut [69] ayat 69).
3.         “Katakanlah  (hai Muhammad Saw.)  Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan (QS Thaha [10] ayat 113).
4.       “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. “(QS. Al-qashash [28], ayat 7).
5.        “Dan kami telah ajarkan kepadanya (Nabi khidhir) dari sisi Kami suatu ilmu”. (Al Kahfi: 65).
B. Hadits-hadits tentang ilmu mauhub/laduni
1.        Hadits Bukhari -Muslim :
Dahulu ada beberapa orang dari umat-umat sebelum kamu yang diberi ilham. Kalaulah ada satu orang dari umatku yang diberi ilham pastilah orang itu Umar.” (Muttafaqun ‘alaihi)
2.        Hadits At Tirmidzi :
“Ini bukan bisikan-bisikan syaithan, tapi ilmu laduni ini merubah firasat seorang mukmin, bukankah firasat seorang mukmin itu benar? Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam: “Hati-hati terhadap firasat seorang mukmin. Karena dengannya ia melihat cahaya Allah”. (H.R At Tirmidzi).
3.        Hadits riwayat Ali bin Abi Thalib Ra:
Ilmu batin merupakan salah satu rahasia Allah ‘Azza wa Jalla, dan salah satu dari hukum-hukum-Nya yang Allah masukkan kedalam hati hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya”.

4.        Hadits riwayat Abu Dawud dan Abu Nu’man dalam kitab Al-Hilyah :

Nabi Muhammad Saw. bersabda yang maksudnya : “Barangsiapa mengikhlashkan dirinya kepada Allah (dalam beribadah) selama 40 hari maka akan zhahir sumber-sumber hikmah daripada hati melalui lidahnya”. (HR. Abu Dawud dan Abu Nu’man dalam alhilyah).
5.        Hadits riwayat Imam Ahmad Dalam kitab  al-hikam

Nabi SAW bersabda :” Barangsiapa Yang Mengamalkan Ilmu Yang Ia Ketahui Maka Allah Akan Memberikan Kepadanya Ilmu Yang Belum Ia Ketahui”.
Imam Ahmad bin Hanbal ra. Bertemu dengan Ahmad bin Abi Hawari, maka Ahmad bin Hanbal ra. “Ceritakanlah kepada kami apa-apa yang pernah kau dapati dari gurumu Abu Sulaiman ra. “. Jawab Ibnu Hawari : “Bacalah subhanallah tanpa kekaguman”.Setelah dibaca oleh Ahmad bin Hanbal ra. : “Subhanallah” Maka berkata Abil Hawari ra. : “Aku telah mendengar bahwa Abu Sulaiman berkata : “ Apabila jiwa manusia benar-benar berjanji akan meninggalkan semua dosa, nescaya akan terbang kea lam malakut (di langit), kemudian kembali membawa berbagai ilmu hikmah tanpa berhajat pada guru”. Imam Ahmad Bin Hanbal ra. Setelah mendengar keterangan itu langsung ia bangkit bangun/berdiri dan duduk ditempatnya berulang tiga kali, lalu berkata : “Belum pernah aku mendengar keterangan serupa ini sejak aku masuk islam”. Ia sungguh puas dan sangat gembira menerima keterangan itu, kemudian ia membaca hadits tadi.
(Tarjamah Kitab Alhikam Syaikh Ibnu Athoillah, H Salim Bahreisy, Victory Agencie, Kuala Lumpur, 2001, pp 33-34., Hadits ini juga tertulis di Fadhilah alqu’an penjelasan hadith ke 18, hal 25-27, Syaikh Maulana Zakariyya, era ilmu kuala lumpur)
6.       Dalam hadits majmu (Himpunan) hadist qudsy
Allah berfirman kepada Isa: “Aku akan mengirimkan satu umat setelahmu (ummat Muhammad Saw.), yang jika Aku murah hati pada mereka, mereka bersyukur dan bertahmid, dan jika Aku menahan diri, mereka sabar dan tawakal tanpa [harus] mempunyai hilm (kemurahan hati) dan ‘ilm [1].” Isa bertanya: “Bagaimana mereka bisa seperti itu ya Allah, tanpa hilm dan ‘ilm?” Allah menjawab: “Aku memberikan mereka sebagian dari hilmKu dan ‘ilmKu.”

7.        Dalam hadits qudsy (Kitab Futuh Mishr wa Akhbaruha, Ibn ‘Abd al-Hakam  wafat 257 H).

Allah mewahyukan kepada Isa As. untuk mengirimkan pendakwah ke para raja di dunia. Dia mengirimkan para muridnya. Murid-muridnya yang dikirim ke wilayah yang dekat menyanggupinya, tetapi yang dikirim ke tempat yang jauh berkeberatan untuk pergi dan berkata: “Saya tidak bisa berbicara dalam bahasa dari penduduk yang engkau mengirimkan aku kepadanya.” Isa As. berkata: “Ya Allah, aku telah memerintahkan murid-muridku apa yang Kau perintahkan, tetapi mereka tidak menurut.” Allah berfirman kepada Isa: “Aku akan mengatasi masalahmu ini.” Maka Allah membuat para murid Isa bisa berbicara dalam bahasa tempat tujuan mereka diutus
Perkara ini telah dijelaskan oleh sayyidina ‘ali ra. saat beliau menjawab pertanyaan orang ramai, “apakah beliau telah mendapatkan ilmu khusus atau wasiat khusus dari Rasulullah saw. yang hanya diberikan kepada beliau dan tidak kepada orang lain?”
Hazrat ‘ali ra. menjawab :” Demi Tuhan yang telah menciptakan surga dan jiwa-jiwa, aku tidak pernah mendapat apa-apa selain daripada ilmu yang Allah berikan kepada seseorang untuk memahami alqur’an!”
ibnu abi dunya rah. berkata bahwa pengetahuan daripada Al-quran dan apa-apa yang didapati daripada alqu’an begitu luas daripada alqur’an. Seorang pentafsir harus mengetahui 15 cabang ilmu yg disebutkan diatas. Tafsiran orang yang tidak mahir dalam ilmu-ilmu ini adalah termasuk tafsiran bil-rakyi (tafsir menurut fikiran sendiri) yang hal ini DILARANG OLEH SYARA’. Para sahabat ra. mendapat ilmu bahasa arab secara tabii dan ilmu-ilmu lain mereka dapati langsung dari ilmu kenabian (nabi SAW).
Nabi SAW bersabda :” Barang siapa yang berfatwa dalam masalah agama, tanpa ada ilmu maka baginya laknat Allah, malaikat dan manusia seluruhnya ” (HR. Imam suyuti).
Jadi Ilmu laduni = ilmu dari Allah asbab hasil amal...karena Allah telah tunjukan cara mendapatkannya pada kita.
C. Cara mendapatkan ilmu dari Allah Swt.
ilmu laduni dan cara/jalan untuk mendapatkannya didalam ALQU’AN DAN HADITS :
1. Belajar
Termasuk bertanya dengan para ulama. Hendaknya belajar dengan guru mursyid yang menjaga dzikir dan sunnah Nabi Muhammad SAW.
An-Nahl (16) : 43
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلاَّ رِجَالاً نُّوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
16.43. Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (ulama yang menjaga dzikir/mursyid) jika kamu tidak mengetahui,

2. TAKUT KEPADA ALLAH
kitab alhikam, syaikh ibnu athoillah alasykandary (kepala madrasah alazhar-asyarif abad 7 hijriah) menyebutkan nukilan ayat dari alqur’anulkarim :
“wataqullaha wayu’alimukumullah” (Qs. Al baqarah ayat 282)

artinya : “Takutlah kepada Allah niscaya Allah akan mengajari kalian(Qs. Al baqarah ayat 282)
Sifat takut/tunduk/patuh hanya kepada Allah, sangatlah mulia. Bukan saja ilmu laduni yang Allah beri tapi Allah akan tundukan semua makhluq padanya bahkan para malaikatpun akan berkhidmad dan senantiasa membantunya (atas izin Allah), sebagai mana maksud dari haidts nabi SAW :
Nabi saw bersbda : “man khofa minallahi khofahu kulla syai waman khofa ghoirallah khofa min kulli syai”
artinya : “Barang siapa yang takutnya hanya kpd Allah maka Smua makhuq akan takut/tunduk padanya. Barangsiapa takut/tunduknya kpd selain Allah maka semua makhluq akan (menjadi asbab) ketakutan baginya
Lihatlah kisah-kisah salafushalih kita, bagaimana pasukan dakwah sahabat berjalan diatas air melintasi sungai tigris irak, pasukan dakwah sahabat yang berjalan melintasi laut merah, mu’adz bin jabal ra shalat 2 rekaat maka gunung batu yang besar terbelah dua-membuka jalan untuknya, para sahabat terkemuka boleh mendengarkan dzikir benda-benda mati (roti dan mangkuk) .
Abu dzar alghifary ra. atas perintah khalifah umar ra., beliau ditugaskan utk memasukan kembali lahar gunung berapi yang sudah keluar dari kawahnya. maka atas izin Allah, lahar panas tsb masuk kembali ke kawah gunung tsb (hayatushabat).
Abdullah atthoyar ra. boleh terbang seprti malaikat yang punya sayap, maka ketika ditanya oleh rasulullah, apa yang menjadi asbab Allah berikan karomah tersebut, maka beliau menjawab ” saya pun tidak tahu, tapi mungkin karena aku dari sebelum saya masuk islam sampai sekarng pun saya tidak pernah minum khamr, …dst”.
3. MENGAMALKAN ILMU YANG DIKETAHUI
sebuah hadits  menyebutkan bahwa nabi muhammad saw bersabda :
“man ‘amila bimaa ‘alima waratshullahu ‘ilma maa lam ya’lam”
Artinya : Nabi SAW bersabda :” BARANGSIAPA YANG MENGAMALKAN ILMU YANG IA KETAHUI MAKA ALLAH AKAN MEMBERIKAN KEPADANYA ILMU YANG BELUM IA KETAHUI”
4. TIDAK MENCINTAI DUNIA
‘alammah suyuti rah. berkata :“kamu menganggap bahwa ilmu mauhub adalah diluar kemampuan manusia. Namun hakikatnya bukanlah demikian, bahkan cara untuk menghasilkan ilmu ini adalah dengan beberapa asbab. Melalui ini Allah swt. telah menjanjikan ilmu tersebut. Asbab-asbab itu adalah seperti : beramal dengan ilmu yang diketahui, tidak mencintai dunia dan lain-lain….”
Sebagaimana dalam sebuah hadits, bahwa Nabi SAW bersabda yang artinya : “Barang siapa yang zuhud pada dunia (tidak cinta dunia), maka akan Allah berikan kepadanya ilmu tanpa Belajar” (Fadhilatushaqat).
5. Berdoa
Semua itu datang bagi Allah, maka Rasulullah mencontohkan kepada kita agar senantiasa berdoa agar diberikan ilmu dan hidayah dari Allah swt. Sebagaimana dalam al-qur’an disebutkan :
“Wa qul rabbi zidnii ilma“
Artinya : Allah Swt. Berfirman : “Katakanlah  (hai Muhammad Saw.)  Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan” (QS Thaha [10] ayat 113)
Untuk menumbuhkan rasa takut pada Allah dengan dzikir
Untuk menumbuhkan zuhud pada Allah dengan mujahadah
Sedangkan Doa akan diterima jika kita ikhlash…..
Untuk itu kita harus belajar dan dibimbing oleh guru-guru yang mursyid.
6. Berdakwah
ika kita berdakwah (amr bil ma’ruf wa nahya ‘anil munkar) atau mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran maka Allah akan berikan kepada kita ‘ilm wa hilm (’ilmu dan kelembutan hati) langsung dari qudrat Allah swt. Sebagaimana Dalam surat al-‘ankabut ayat terakhir :
“Dan orang-orang yang berjuang di jalan kami (berjihad dan mendakwahkan agama) maka akan kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang ihsan (muhsinin) (QS Al’ankabut [69] ayat 69).
Lafadz “ subulana” atau “jalan-jalan kami” bermakna juga “jalan-jalan petunjuk dari Allah” atau “jalan-jalan hidayah (ilmu-ilmu islam yang haq)”.
Sebagaimana juga dalam hadits qudsi (kurang lebih maknanya) tatkala Allah menceritakan keutamaan umat akhir zaman kepada Nabi isa as.,
Dari Abu Darda Ra. berkata : “Aku mendengar Rasulullah Saw. Bersabada, “Sesungguhnya Allah Swt berfirman kepada Isa As. : “Aku akan mengirimkan satu umat setelahmu (ummat Muhammad Saw.), yang jika Aku murah hati pada mereka, mereka bersyukur dan bertahmid, dan jika Aku menahan diri, mereka sabar dan tawakal tanpa [harus] mempunyai hilm (kemurahan/kemurahan  hati) dan ‘ilm (ilmu) .” Isa bertanya: “Bagaimana mereka bisa seperti itu ya Allah, tanpa hilm dan ‘ilm?” Allah menjawab: “Aku memberikan mereka sebagian dari hilmKu dan ‘ilmu-Ku.” [HR. Hakim. Katanya Hadits ini shahihmenurut syarat Bukhary, tetapi ia tidak meriwayatkannya, sedangkan adzahaby menyepakatinya". I/348]
Keterangan : Hadits ini juga terdapat pada Muntakhab hadits SyaikhulHadits Maulana Yusuf, Hadits No. 27,  Bab ikhlash dan Juga terdapat pada kitab Ucapan Nabi Isa as dalam kisah-kisah literature umat islam, Tarif Khalidi.

Mengenai kisah dakwah kaum hawariyyin (pengikut Nabi Isa as.) :
-          Allah mewahyukan kepada Isa As. untuk mengirimkan pendakwah ke para raja di dunia. Dia mengirimkan para muridnya. Murid-muridnya yang dikirim ke wilayah yang dekat menyanggupinya, tetapi yang dikirim ke tempat yang jauh berkeberatan untuk pergi dan berkata: “Saya tidak bisa berbicara dalam bahasa dari penduduk yang engkau mengirimkan aku kepadanya.” Isa berkata: “Ya Allah, aku telah memerintahkan murid-muridku apa yang Kau perintahkan, tetapi mereka tidak menurut.” Allah berfirman kepada Isa: “Aku akan mengatasi masalahmu ini.” Maka Allah membuat para murid Isa bisa berbicara dalam bahasa tempat tujuan mereka diutus. (Kitab Futuh Mishr wa Akhbaruha, Ibn ‘Abd al-Hakam  wafat 257 H).
ilmu laduniadalah karunia khusus/khas bagi hambanya, terlebih bagi mereka yang telah ma’rifat. Orang yang telah ma’rifat akan mendapatkan segala-galanya karena tidak ada keinginan dunia dalam hatinya.
Nabi SAW bersabda : “man wajadallah wajada kulla syai, man faqadallah faqada kulla syai”
artinya : Barang siapa kenal kepada Allah maka ia akan mendapatkan segala-galanya
Barang siapa yang kehilangan Allah (tidak kenal Allah) maka ia kehilangan segala-galanya.”
( Kumpulan Khutbah jum’at romo kyai).
Dalam kitab kimiyai saadat, bahwa ada tiga jenis manusia yang tiadak akan bisa memahami alqur’an :
- Pertama : Seorang yang tidak memahami bahasa arab
-Kedua : Orang yang berkekalan dengan dosa-dosa besar dan bid’ah. Ini karena dosa dan amalan bid’ah itu akan menghitamkan hatinya yg menyebabkan dia tidak mampu memahami alqur’an.
_ketiga : Orang yang yakin hanya terhadap makna-makna dhahir saja dalam hal-hal aqidah (mengambil makna dhohir dari ayat/hadits mutasyabihat, aqidahnya bermasalah: mu’tazillah, mujasimmah dsb). Perasaanya tidak dapat menerima apabila dia membaca ayat alqu’an yang bertentangan dengan keyakinannya itu. Orang yang demikian tidak akan bisa memahami alqur’an.
“Ya Allah Peliharalah kami daripada mereka!”
Rujukan :
Al hikam, ibnu athoillah alasykanadary
Buletin Islam Al Ilmu Edisi 31/II/I/1425. (Buletin sesat wahaby)
Fadhilah alqu’an penjelasan hadith ke 18, hal 25-27, Syaikh Maulana Zakariyya, era ilmu kuala lumpur.
Kumpulan Khutbah Jum’at romo kyai, ponpes alfatah -temboro, magetan jawa timur.
Muntakhob ahadits, syaikh sa’ad, Pustaka ramadhan , Bandung.
Lampiran Hadits-hadits Pendukung:
1. Nasihat imam syafei :
Dar al-Jil Diwan (Beirut 1974) p.34
Dar al-Kutub al-`Ilmiyya (Beirut 1986) p.48

Artinya :
فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا * فإني و حـــق الله إيـــاك أنــــصح
فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى * وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح
Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya.
Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mahu menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelazatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mahu mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik?
[Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i, hal. 47]
sayang bait dari diwan ini telah dihilangkan oleh wahaby laknatullah dalam kitab diwan safei yg dicetak oleh percetakan wahaby…..
2. Nashihat IMAM MALIK RA:
و من تصوف و لم يتفقه فقد تزندق
من تفقه و لم يتصوف فقد تفسق
و من جمع بينهما فقد تخقق
“ dia yang sedang Tasawwuf tanpa mempelajari fikih rusak keimanannya , sementara dia yang belajar fikih tanpa mengamalkan Tasawwuf rusaklah dia . hanya dia siapa memadukan keduannya terjamin benar .
Hikmah kisah Hassan basri rah. dan Rabi’atul-Adawiyyah rah.
Hassan Basri rah. berkata dengan niat hendak menunjukkan keramatnya kepada orang lain yang ia dapat menguasai air (seperti Nabi Isa a.s. boleh berjalan di atas air). Rabi’atul-Adawiyyah berkata, “Hassan, buangkanlah perkara yang sia-sia itu. Jika kamu hendak benar memisahkan diri dari perhimpunan Aulia’ Allah, maka kenapa kita tidak terbang sahaja dan berbincang di udara?” Rabi’atul-adawiyyah berkata bergini kerana beliau ada kuasa berbuat demikian tetapi Hassan tidak ada berkuasa seperti itu. Hassan meminta maaf. Rabi’atul-Adawiyyah berkata, “Ketahuilah bahawa apa yang kamu boleh buat, ikan pun boleh buat dan jika aku boleh terbang, lalat pun boleh terbang. Buatlah suatu yang lebih dari perkara yang luarbiasa itu. Carilah ianya dalam ketaatan dan sopan-santun terhadap Allah.”
_____________
An-Nahl (16) : 43
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلاَّ رِجَالاً نُّوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
16.43. Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (yang menjaga dzikir/mursyid/ahludzikir) jika kamu tidak mengetahui,

Kitab Al hikam Fasal 13 : mengenai dalil ilmu laduni


Iman Tidak Masuk kedalam hati yang keruh
alhikam  13
13). Bagaimana akan dapat terang hati seorang yang gambar dunia terlukis dalam lensa/cermin hatinya?
Atau bagaimana akan pergi menuju Allah, padahal ia masih terikat (terbelenggu) oleh syahwat hawa nafsunya?
Atau bagaimana akan dapat masuk ke hadrat Allah, padahal ia belum bersih (suci) dari kelalainnya yang disini diumpamakan dengan janabatnya?
Atau bagaimana mengharap akan mengerti rahasia yang halus (dalam), padahal ia belum taubat dari kekeliruan-kekeliruannya?
Berkumpulnya dua hal yang berlawanan dalam satu tempat dan masa, mustahil (tidak mungkin), sebagaimana berkumpul antara diam dan gerak, antara cahaya terang dengan gelap. Demikian pula nur (cahaya) iman berlawanan dengan gelap yang disebabkan kerana selalu berharap/menyandarkan kepada sesuatu selain Allah.
Demikian pula berjalan menuju Allah harus bebas dari belenggu hawa nafsu supaya sampai kepada Allah.
Firman Allah :
“wataqullaha wayu’alimukumullah”
artinya : “Dan Takutlah kepada Allah niscaya Allah akan mengajari kalian“ (Qs. Al baqarah ayat 282).

Rasulullah SAW bersabda :
“man ‘amila bimaa ‘alima waratshullahu ‘ilma maa lam ya’lam”1
Artinya : Nabi SAW bersabda :” Barangsiapa Yang Mengamalkan Ilmu Yang Ia Ketahui Maka Allah Akan Memberikan Kepadanya Ilmu Yang Belum Ia Ketahui” (HR. Imam Ahmad).
Imam Ahmad bin Hanbal ra. Bertemu dengan Ahmad bin Abi Hawari, maka Ahmad bin Hanbal ra. “Ceritakanlah kepada kami apa-apa yang pernah kau dapati dari gurumu Abu Sulaiman ra. “. Jawab Ibnu Hawari : “Bacalah subhanallah tanpa kekaguman”.Setelah dibaca oleh Ahmad bin Hanbal ra. : “Subhanallah” Maka berkata Abil Hawari ra. : “Aku telah mendengar bahwa Abu Sulaiman berkata : “ Apabila jiwa manusia benar-benar berjanji akan meninggalkan semua dosa, nescaya akan terbang kea lam malakut (di langit), kemudian kembali membawa berbagai ilmu hikmah tanpa berhajat pada guru”. Imam Ahmad Bin Hanbal ra. Setelah mendengar keterangan itu langsung ia bangkit bangun/berdiri dan duduk ditempatnya berulang tiga kali, lalu berkata : “Belum pernah aku mendengar keterangan serupa ini sejak aku masuk islam”. Ia sungguh puas dan sangat gembira menerima keterangan itu, kemudian ia membaca hadits tadi.
(Tarjamah Kitab Alhikam Syaikh Ibnu Athoillah, H Salim Bahreisy, Victory Agencie, Kuala Lumpur, 2001, pp 33-34.)
Keterangan admin salafytobat :
1 Hadits ini juga tertulis di Fadhilah alqu’an penjelasan hadith ke 18, hal 25-27, Syaikh Maulana Zakariyya, era ilmu kuala lumpur.
Adapun yang mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan itu bukan hadits adalah jelas-jelas dusta dan bukti jinayah pemalsuannya terhadap  pendapat ulama.
Syaikh Ibnu athoillah (wafat 709 H) dimakamkan di qarrafah al-qubra. Beliau adalah guru besar di madrasah al-azhar asyarif – mesir. Beliau menulis lenih dari 22 buku yang legendaris, mulai dari kitab tentang tasawwuf, nahwu, mantiq, sastra, fiqh sampai khitobah.  Beliau mempunyai banyak murid yang menjadi ulama besar, seperti Imam Taqiyyudin al subki  seorang ahli fiqh, tasawwuf dan hadits.

Semoga kita diberi taufiq dan hidayah oleh Allah SWT untuk dapat mengamalkan dan menyampaikannya.
Lampiran :
  1. A. Dalil-dalil ayat Al-qur’an tentang ilmu laduni/mauhub

-          “Dan Takutlah kepada Allah niscaya Allah akan mengajari kalian“ (Qs. Al baqarah ayat 282).

-          “Dan orang-orang yang berjuang di jalan kami (berjihad dan mendakwahkan agama) maka akan kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan kami (jalan-jalan petunjuk). Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang ihsan (muhsinin) (QS Al’ankabut [69] ayat 69).
-          “Katakanlah  (hai Muhammad Saw.)  Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan (QS Thaha [10] ayat 113).
-          “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. “(QS. Al-qashash [28], ayat 7).
-          “Dan kami telah ajarkan kepadanya (Nabi khidhir) dari sisi Kami suatu ilmu”. (Al Kahfi: 65).
  1. B. Hadits-hadits tentang ilmu mauhub/laduni
-          Hadits Bukhari -Muslim :
Dahulu ada beberapa orang dari umat-umat sebelum kamu yang diberi ilham. Kalaulah ada satu orang dari umatku yang diberi ilham pastilah orang itu Umar.” (Muttafaqun ‘alaihi)
-          Hadits At Tirmidzi :
“Ini bukan bisikan-bisikan syaithan, tapi ilmu laduni ini merubah firasat seorang mukmin, bukankah firasat seorang mukmin itu benar? Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam: “Hati-hati terhadap firasat seorang mukmin. Karena dengannya ia melihat cahaya Allah”. (H.R At Tirmidzi).
-          Hadits riwayat Ali bin Abi Thalib Ra:
Ilmu batin merupakan salah satu rahasia Allah ‘Azza wa Jalla, dan salah satu dari hukum-hukum-Nya yang Allah masukkan kedalam hati hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya”.

-          Hadits riwayat Abu Dawud dan Abu Nu’man dalam kitab Al-Hilyah :

Nabi Muhammad Saw. bersabda yang maksudnya : “Barangsiapa mengikhlashkan dirinya kepada Allah (dalam beribadah) selama 40 hari maka akan zhahir sumber-sumber hikmah daripada hati melalui lidahnya”. (HR. Abu Dawud dan Abu Nu’man dalam alhilyah).
-          Dalam kitab syarah al-hikam

Nabi SAW bersabda :” Barangsiapa Yang Mengamalkan Ilmu Yang Ia Ketahui Maka Allah Akan Memberikan Kepadanya Ilmu Yang Belum Ia Ketahui”.
-   Hadits qudsy shahih Riwayat Hakim
Dari Abu Darda Ra. berkata : “Aku mendengar Rasulullah Saw. Bersabada, “Sesungguhnya Allah Swt berfirman kepada Isa As. : “Aku akan mengirimkan satu umat setelahmu (ummat Muhammad Saw.), yang jika Aku murah hati pada mereka, mereka bersyukur dan bertahmid, dan jika Aku menahan diri, mereka sabar dan tawakal tanpa [harus] mempunyai hilm (kemurahan/kemurahan  hati) dan ‘ilm (ilmu) .” Isa bertanya: “Bagaimana mereka bisa seperti itu ya Allah, tanpa hilm dan ‘ilm?” Allah menjawab: “Aku memberikan mereka sebagian dari hilmKu dan ‘ilmu-Ku.” [HR. Hakim. Katanya Hadits ini shahihmenurut syarat Bukhary, tetapi ia tidak meriwayatkannya, sedangkan adzahaby menyepakatinya". I/348]
Keterangan : Hadits ini juga terdapat pada Muntakhab hadits SyaikhulHadits Maulana Yusuf, Hadits No. 27,  Bab ikhlash dan Juga terdapat pada kitab Ucapan Nabi Isa as dalam kisah-kisah literature umat islam, Tarif Khalidi.

-          Dalam hadits qudsy (Kitab Futuh Mishr wa Akhbaruha, Ibn ‘Abd al-Hakam  wafat 257 H).

Allah mewahyukan kepada Isa untuk mengirimkan pendakwah ke para raja di dunia. Dia mengirimkan para muridnya. Murid-muridnya yang dikirim ke wilayah yang dekat menyanggupinya, tetapi yang dikirim ke tempat yang jauh berkeberatan untuk pergi dan berkata: “Saya tidak bisa berbicara dalam bahasa dari penduduk yang engkau mengirimkan aku kepadanya.” Isa berkata: “Ya Allah, aku telah memerintahkan murid-muridku apa yang Kau perintahkan, tetapi mereka tidak menurut.” Allah berfirman kepada Isa: “Aku akan mengatasi masalahmu ini.” Maka Allah membuat para murid Isa bisa berbicara dalam bahasa tempat tujuan mereka diutus.
-          Dalam hadis qudsi, Nabi Isa as. Juga bersabda:
“Isa As. berkata: “Buat kalian tidak ada gunanya mendapat ilmu yang belum kalian ketahui, selama kalian tidak beramal dengan ilmu yang telah kalian ketahui. Terlalu banyak ilmu hanya menumbuhkan kesombongan kalau kalian tidak beramal sesuai dengannya.” [ Diriwayatkan oleh (Abu 'Abdallah Ahmad bin Muhammad al-Syaibani) Ibn Hanbal (... – 241 H), Kitab al-Zuhd, 327. Dan (Abu Hamid Muhammad bin Muhammad) Al-Ghazali (... - 505 H), Ihya' 'Ulum al-Din, 1:69-70].
  1. C. Nasihat Imam Malik dan Imam Syafei
-          Nasihat imam syafei :
Dar al-Jil Diwan (Beirut 1974) p.34
Dar al-Kutub al-`Ilmiyya (Beirut 1986) p.48

Artinya :
فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا * فإني و حـــق الله إيـــاك أنــــصح
فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى * وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح
Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya.
Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mahu menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelazatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mahu mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik?
-          Nashihat IMAM MALIK RA:
و من تصوف و لم يتفقه فقد تزندق
من تفقه و لم يتصوف فقد تفسق
و من جمع بينهما فقد تخقق
“ dia yang sedang Tasawwuf tanpa mempelajari fikih rusak keimanannya , sementara dia yang belajar fikih tanpa mengamalkan Tasawwuf rusaklah dia . hanya dia siapa memadukan keduannya terjamin benar .
Rujukan :
Al hikam, ibnu athoillah alasykanadary
Buletin Islam Al Ilmu Edisi 31/II/I/1425. (Buletin sesat wahaby)
Fadhilah alqu’an penjelasan hadith ke 18, hal 25-27, Syaikh Maulana Zakariyya, era ilmu kuala lumpur.
Futuh Mishr wa Akhbaruha, Ibn ‘Abd al-Hakam  wafat 257 H
Tarjamah Kitab Alhikam Syaikh Ibnu Athoillah, H. Salim Bahreisy,  Victory Agencie, Kuala Lumpur, 2001, pp 33-34.)
Ucapan Nabi Isa as dalam kisah-kisah literature umat islam, Tarif Khalidi
http://salafytobat.wordpress.com

Al-Bany (Wahaby) : Muhadits sesat tanpa Sanad


METOD HADIS SONGSANG

Kitab : al-Takrif Bi Auhami Man Qassama al-Sunan Ila Sahih Wa Dhaif Karangan Allamah Syeikh Mahmud Said Mamduh, Pegawai Penyelidik, Institut Penyelidikan, UAE

Syeikh Muhammad Nasiruddin al-Albaani yang dipuja oleh golongan Salafiyyah al-Wahhabiyyah
Dalam posting terdahulu, saya telah menulis tentang Siapa Syeikh Muhammad Nasiruddin al-Albaani?. Saya melihat artikel ini banyak dimuatkan beberapa website yang lain. Ia disusuli dengan komentar yang kebanyakkannya tidak ilmiyyah. Bahkan banyak pula yang berlandaskan perasaan berbanding hujjah. Sekarang, mari kita ikuti kenyataan Murid Kanan al-Allamah al-Imam al-Muhaddith Syeikh Abdullah bin al-Siddiq al-Ghumari iaitu Allamah Syeikh Mahmud Said Mamduh tentang kesilapan metodologi hadis yang diperjuangkan al-Albaani dan para muridnya. Beliau telah mengarang banyak kitab untuk mendedahkan beberapa kesilapan metodologi Syeikh Muhammad Nasiruddin dalam ilmu hadith.

Antara karangan beliau yang terbaru ialah : al-Ta’rif bi Awham Man Qassama al-Sunnan Ila al-Sahih Wa al-Dhaif (Satu pengenalan bagi mereka yang mendatangkan kesamaran dgn membahagikan al-hadith kepada Sahih dan Dhaif). Kitab ini berjumlah enam jilid bermula bab Taharah (bersuci) sehingga bab kelebihan Makkah. Di dalam kitab ini Allamah Syeikh Mahmud Said Mamduh berjaya menjelaskan metodologi songsang al-Albaani satu persatu. Beliau telah mengesan hampir 1000 hadis yang telah ditashih dan ditad’ifkan mengikut selera hawa nafsu Syeikh al-Albaani. Penjelasan ini membuktikan Syeikh al-Albaani tidak memiliki konsistensi kukuh dalam pentashihan hadis.

Walaupun menceburi bidang hadith, Syeikh al-Albaani sebenarnya tidak mempunyai silsilah perguruan dalam bidang hadis secara bersanad. Jika dikaji secara teliti dalam terjemahan biografi Syeikh al-Albaani, tidak diketahui siapakah gurunya yang meriwayatkan hadis kepadanya. Ajaib sekali jika seseorang yang menceburi bidang hadis tidak memiliki guru hadis yang memiliki silsilah yang sampai kepada Rasulullah SAW.
Disamping itu, Syeikh al-Albaani juga bertanggungjawab merungkai metodologi ilmu hadis yang telah sekian lama disusun rapi oleh para ulamak hadith. Contohnya : Para ulamak hadis telah sepakat membahagikan hadith kepada empat bahagian utama : Iaitu Hadith Sahih, Hadis Hasan/Maqbul (yg tidak menepati spesifikasi sahih dan tidak pula dhaif), Hadith Dhaif dan Hadith Mauduk (Rekaan). Tetapi bila hadirnya Syeikh al-Albaani, beliau merombak metodologi berkenaan. Lalu membahagikan hadis kepada dua bahagian sahaja. Iaitu Hadis Sahih dan Hadith Dhaif/Mauduk (rekaan).
Bukan sekadar itu, Al-Albaani juga turut menjelaskan bahawa tidak boleh beramal dengan hadis dhaif berkenaan. Sedangkan para ulamak menaskan : ”Para Ulamak Hadis, Feqah dan selainnya menjelaskan : Diharuskan dan disunatkan beramal dengan hadis dhaif di dalam kelebihan-kelebihan perkara ibadah, galakan terhadap janji-janji baik Allah dan larangan terhadap janji-janji buruk Allah selagi mana hadis tersebut tidak mencapai tahap hadis rekaan,”-Imam al-Suyuthi di dalam Kitabnya Tufah al-Abrar dan Imam al-Nawawi di dalam al-Azkaar, hlm 14, Cet Dar al-Makrifah, 1996
Oleh itu, tidak pelik jika ada pihak yang membicarakan ilmu hadis, secara sombong menolak keberhujahan hadis-hadis hasan atau hadith dhaif dalam bidang dan kelasnya sebagaimana yang dibenarkan para ulamak hadis, feqah dan selainnya. Dakwa mereka, hadis berkenaan tidak sahih. Atau hadis berkenaan adalah hadis dhaif. Ternyata sikap begini tidak mencerminkan metodologi Ahl Hadis yang sebenar. Sebaliknya, mencerminkan sikap penolakan terhadap hadis secara halus. Inilah salah satu hasil dari pegangan Ijtihad al-alBaani yang perlu ditolak secara jujur.

Selain itu, alAlbaani juga begitu gigih ingin menilai semula hadis-hadis Nabi SAW yang telah dinilai sahih oleh para ulamak muktabar sebelumnya. Dalam kes ini, perlu dipertanyakan Siapa al-Albaani dan siapa gurunya? Dimana sanadnya @ silsilah periwatannya? Dimana Standard beliau dalam disiplin ilmu hadis? Apakah beliau al-Hafidz, al-Hakim, al-Hujjah, Pakar Ilal al-Hadis? Pendek kata, Syeikh al-Albaani juga perlu dinilai secara Jarh dan Ta’dil oleh para ulamak yang layak menilai penghadisannya. jadi, mengapa harus ada pihak yang menuduh kita ekstrem bila kita ingin mengadili beliau berdasarkan metodologi Ahli Hadis yang silam? Sepatutnya, ia bukan isu yang perlu dipertikaikan.

Kini sudah 10 tahun Syeikh al-Albaani bersemadi di Tanah Perkuburan Jabal Nasir, di Amman, Jordan . Namun fikrah dan metodologi hadis modern yang dirintisnya mendapat tempat dalam masyarakat disebabkan beliau pernah menjawat Mahaguru Hadis di Universiti Islam Madinah. Memandangkan metodologi hadisnya bertepatan dengan aliran Salafiah Wahhabiyyah, maka namanya dijulang dan beliau diberi penghargaan serta dimasyhur ke tahap Amir Mukminin Fi al-Hadis. Muncul pula murid-murid yang mengagung-agungkan al-Baani ke serata dunia, dengan sokongan wang ringgit yang banyak menyebabkan fikrah al-Albaani mudah tersebar dengan cepat. Berbanding karya ulamak yang hebat dalam pelbagai bidang tetapi kurang diberi perhatian sesetengah pemerintah. Akhirnya, karya berkenaan terkubur begitu sahaja.

Apapun kesalahan al-baani dalam bidang hadis perlu diperjelaskan. Bukan bermaksud bila kita membicarakan kesalahan seseorang ulamak beerti kita mencela keperibadiannya. Tidak sebegitu, namun tujuannya ialah ingin diperbetulkan kesilapannya. Dan memberi ingatan kepada umat ini agar tidak tersalah faham dengan pendapat yang sememangnya salah. Apatah lagi untuk mengambil manfaat dari metodologi songsang yang diperjuangkannya.
Justeru, diperingatkan kepada para pendakwah, penceramah @ sesiapa sahaja yang melibatkan diri dalam bidang hadis supaya berpegang kepada metodologi yang telah disepakti ulamak hadis. Dan usah mengambil jalan pintas untuk menghukum hadis jika anda tidak mengetahui disiplinnya. Dikhuatiri, jika anda menukil tashih dan tashih al-Albaani, anda akan dikenali se kapal dgn metodologi songsang ini. Dan tidak hairanlah jika anda dituduh Wahhabiy. Atau di gam oleh negeri-negeri tertentu.
Bagi mereka yang tidak tahu apa-apa akan hal ini…dia pasti berkata : al-Albaani pun ulamak jugak… zamihan tu siapa? Masalahnya bukan siapa saya, kita dan mereka…Tetapi permasalahannya ialah metodologi songsang, tiada disiplin ilmu dan kesalahan seseorang perlu diperjelaskan supaya tidak berlaku kerancuan dan salah faham sesama Islam. Lebih-lebih lagi dalam sesuatu bidang yang melibatkan sumber perundangan Islam iaitu al-Hadith. Wallahu’alam.
Jika kita membuka lembaran fatwa yang melibatkan al-Albaani, khususnya bab feqah, disana terdapat beberapa fatwa syadz al-Albaani yang bertentangan Ijmak ulamak. Contohnya masalah wajibnya dipindahkan maqam Nabi SAW dari masjid Nabawi al-Syarif kerna maqam tersebut dianggap sebagai berhala. Nauzubillah. Ummuhatul Mukninin didakwa beliau harus utk berzina dengan lelaki lain selepas kewafatan Nabi SAW. Umat Islam Palestin wajib keluar dari Palestin kerana tidak berkuasa melawan Yahudi dan macam lagi fatwa pelik tapi benar2 berlaku. Dan direkodkan dalam kitabnya. Apakah kita harus berdiam diri sahaja dan terus menyanjunginya. Tanpa menjelaskan kekeliruan yang ditimbulkan beliau. Masya Allah.

Bukti Aqidah wahabi = aqidah yahudi : Tuhan Yahudi/wahabi duduk diatas langit


Bukti Kongkrit Akidah wahabi-salafi adalah Akidah Yahudi

Para pembaca sekalian, mungkin banyak yang tidak mengetahui apa dan bagaimana sebenarnya akidah wahabi-salafi, orang-orang awam pada umumnya hanya mengetahui bahwa akidah mereka menetapkan sifat-sifat Allah yang ada dalam al-Quran dan menghindari takwil karena takwil bagi mereka adalah perbuatan Yahudi.
Apalagi orang-orang yang telah menjadi doktrin mereka atau tertarik ajaran mereka sebab topeng yang mereka gunakan dengan slogan kembali pada Al-Quran dan Sunnah dan menjauhi segala bentuk kesyirikan, maka sudah pasti akan melihat ajaran dan akidah mereka murni ajaran tauhid yang suci. Usaha keras untuk memberantas segala bentuk kesyirikan yang ada dan telah merata di seluruh permukaan bumi ini.
Tapi tidak bagi kaum muslimin yang memiliki pondasi Tauhid Ahlus sunnah waljama’ah, mereka akan mampu mengetahui dan melihat misi jahat yang diselipkan di belakang slogan itu. Seiring waktu berjalan, semakin terlihat, semakin terbongkar akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya, semakin tercium dan tampak persamaan akidah wahabi-salafi dan Yahudi. Mereka secara lahir menampakkan pada kaum muslimin permusuhan pada Yahudi, tapi secara sembunyi berteman akrab dengan Yahudi.
Pada kali ini, saya akan bongkar untuk pembaca akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya yaitu “ AKIDAH WAHABI-SALAFI ADALAH AKIDAH YAHUDI “. Tidak perlu saya mengambil sumber dari kitab-kitab para ulama ahlus sunnah yang menceritakan akidah wahabi. Jika saya nukil dari para ulama ahlu sunnah tentang perkataan tasybih dan tajsim mereka, maka mungkin mereka masih bisa menolak dan mengelak, mereka akan mengatakan itu fitnah dan tuduhan yang tak berdasar pada syaikh-syaikh kami,  tapi saya akan tampilkan dengan bukti-bukti kuat akurat yang bersumber dari kitab-kitab karya ulama mereka sendiri yang sudah mereka cetak, terutama Ibnu Taimiyyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, ad-Darimi (bukan ad-Darimi sunni pengarang kitab sunan), Albani, Ibnu Utsaimin dan yang lainnya, Yang tak akan mampu mereka bantah.
Saya hanya menampilkan bukti-bukti kongkrit ini semata-mata hanya untuk suadara-saudaraku yang telah terpengaruh dengan akidah wahabi. Dan petunjuk hanyalah dari Allah Swt.
Jika masih ada wahabi yang membantah bukti dan penjelasan nyata ini, maka ibarat orang yang berusaha menutupi cahaya matahari yang terang benderang di sinag hari dengan segenggam tangannya.
  1. Akidah Yahudi :
Di dalam naskah kitab Taurat yang sudah dirubah yang merupakan asas akidah Yahudi yang mereka namakan “ SAFAR AL-MULUK “ Al-Ishah 22 nomer : 19-20 disebutkan :
و قال فاسمع إذاً كلام الرب قد رأيت الرب جالسا على كرسيه و كل جند السماء وقوف لديه عن يمينه و عن يساره
“ Dan berkata “ Dengarkanlah, ucapan Tuhan..aku telah melihat Tuhanku duduk di atas kursinya dan semua pasukan langit berdiri di hadapannya dari sebelah kanan dan kirinya “.
Dalam kitab mereka yang berjudul “ SAFAR AL-MAZAMIR “ Al-Ishah 47 nomer 8 disebutkan :
الله جلس على كرسي قدسه
“ Allah duduk di atas kursi qudusnya “.
Akidah wahabi-salafi :
 
Di dalam kitab andalan wahabi-salafi yaitu Majmu’ al-Fatawa Ibnu Taimiyyah al-Harrani imam wahabi juz 4 halaman 374 :
إن محمدا رسول الله يجلسه ربه على العرش معه
“ Sesungguhnya Muhammad Rasulullah didudukkan Allah di atas Arsy bersama Allah “.
Di dalam kitab “ Syarh Hadits an-Nuzul “ halaman 400 cetakan Dar al-‘Ashimah disebutkan bahwasanya Ibnu Taimiyyah berkata :
فما جاءت به الأثار عن النبى من لفظ القعود و الجلوس فى حق الله تعالى كحديث جعفر بن أبى طالب و
حديث عمر أولى أن لا يماثل صفات أجسام العباد
“ Semua hadits yang datang dari Nabi dengan lafadz qu’ud dan julus (duduk) bagi Allah seperti hadits Ja’far bin Abi Thalib dan hadits Umar, lebih utama untuk tidak disamakan dengan anggota tubuh manusia “.
Dalam halaman yang sama Ibnu Taimiyyah berkata :
إذا جلس تبارك و تعالى على الكرسي سمع له أطيط كأطيط الرحل الجديد
“ Jika Allah duduk di atas kursi, maka terdengarlah suara suara saat duduk sebagaimana suara penunggang bintang tunggangan karena beratnya ”
Kitab tersebut dicetak di Riyadh tahun 1993, penerbit Dar al-‘Ashimah yang dita’liq oleh Muhammad al-Khamis.
Di dalam kitab ad-Darimi (bukan ulama sunni al-Hafdiz ad-Darimi pengarang hadits sunan) halaman 73 disebutkan :
هبط الرب عن عرشه إلى كرسيه
“ Allah turun dari Arsy ke kursinya “
Kitab itu terbitan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah yang dita’liq oleh Muhamamd Hamid al—Faqiy.
Kitab ad-Darimi (al-wahhabu) ini dipuji-puji oleh Ibnu Taimiyyah dan menganjurkannya untuk dipelajari, sebab inilah wahabi menjadi taqlid buta.
Tapi akidah mereka ini disembunyikan dan tidak pernah dipublikasikan ke khalayak umum.
Sekedar info : Lafadz duduk bagi Allah tidak pernah ada dalam al-Quran dan hadits.
  1. Akidah Yahudi :
Di dalam naskah Taurat yang sudah ditahrif yang mereka namakan “ Safar at-Takwin Ishah pertama nomer : 26-28 disebutkan :
و قال الله نعمل الإنسان على صورتنا على شبهنا… فخلق الله الإنسان على صورته على صورة الله خلقه ذكرا و أنثى خلقهم
“ Allah berkata ; “ Kami buat manusia dengan bentuk dan serupa denganku…lalu Allah menciptakan manusia dengan bentuknya, dengan bentuk Allah, dia menciptakan laki-laki dan wanita “.
Akidah wahabi :
 
Di dalam kitab “ Aqidah ahlu Iman fii Khalqi Adam ‘ala shurati ar-Rahman “ karya Hamud bin Abdullah at-Tuajari syaikh wahabi, yang dicetak di Riyadh oleh penerbit Dar al-Liwa cetakan kedua, disebutkan dalam halama 16 :
قال ابن قتيبة: فرأيت في التوراة: إن الله لما خلق السماء و الأرض قال: نخلق بشرا بصورتنا
“ Berkata Ibnu Qathibah “ Lalu aku melihat di dalam Taurat : “ Sesungguhnya Allah ketika menciptakan langit dan bumi, Dia berkata : “ Kami ciptakan manusia dengan bentukku “.
Pada halaman berikutnya di halaman 17 disebutkan :
و في حديث ابن عباس: إن موسى لما ضرب الحجر لبني إسرائيل فتفجر و قال: اشربوا يا حمير فأوحى الله إليه: عمدت إلى خلق من خلقي خلقتهم على صورتي فتشبههم بالحمير ، فما برح حتى عوتب
“ Di dalam hadits Ibnu Abbas : “ Sesungguhnya Musa ketika memukul batu untuk Bani Israil lalu keluar air dan berkata : “ Minumlah wahai keledai, maka Allah mewahyukan pada Musa “ Engkau telah mencela satu makhluk dari makhlukku yang Aku telah ciptakan mereka dengan rupaku, lalu engkau samakan mereka dengan keledai “ Musa terus ditegor oleh Allah “.
Naudzu billah dari pendustaan pada Allah dan pada para nabi-Nya.
  1. Akidah Yahudi :

Disebutkan dalam kitab Yahudi yang mereka namakan “ Safar Khuruj “ ishah 19 nomer : 3-6 :
فناداه الرب من الجبل … فالآن إن سمعتم لصوتي و حفظتم عهدي
“ Maka Tuhan memanggil kami dari bukit….sekarang jika kalian mendengar suaraku dan menjaga janjiku “.
Akidah wahabi :
 
Di dalam kitab “ Fatawa al-Aqidah “ karya Muhammad bin Shalih al-Utsaimin yang dicetak Maktabah as-Sunnah cetakan pertama tahun 1992 di Mesir, pada halaman 72 Ibnu Utsaimin berkata :
في هذا إثبات القول لله و أنه بحرف و صوت ، لأن أصل القول لا بد أن يكون بصوت فإذا أطلق القول
فلا بد أن يكون بصوت
“ Dalam hal ini dijelaskan adanya penetapan akan ucapan Allah Swt. Dan sesungguhnya ucapan Allah itu berupa huruf dan suara. Karena asli ucapan itu harus adanya suara. Maka jika dikatakan ucapan, maka sudah pasti ada suara “.
  1. Akidah Yahudi :
Di dalam kitab taurat yang sudah ditahrif yang mereka namakan dengan “ SAFAR ISY’IYA “ Ishah 25 nomer 10, Yahudi berkata :
لأن يد الرب تستقر على هذا الجبل
“ Sesungguhnya tangan Tuhan istiqrar / menetap di gunung ini “
Akidah wahabi :
 
dalam kitab Fatawa al-Aqidah karya Muhammad bin Shalih al-Utsaimin yang diterbitkan oleh Maktabah as-Sunnah cetakan pertama halaman 90, al-Utsaimin berkata :
و على كل فإن يديه سبحانه اثنتان بلا شك ، و كل واحدة غير الأخرى ، و إذا وصفنا اليد الأخرى بالشمال فليس المراد أنها أنقص من اليد اليمنى
“ kesimpulannya, sesungguhnya kedua tangan Allah itu ada dua tanpa ragu lagi. Satu tangannya berlainan dari tangan satunya. Jika kita sifatkan tangan Allah dengan sebelah kiri, maka yang dimaksud bukanlah suatu hal yang kurang dari tangan kanannya “.
  1. Akidah Yahudi :
Di dalam kitab Yahud “ Safar Mazamir “ Ishah 2 nomer : 4 disebutkan :
الساكن في السموات يضحك الرب
“ Yang tinggal di langit, Tuhan sedang tertawa “
Akidah wahabi :
Di dalam kitab “ Syarh Hadits an-Nuzul “ cetakan Dar al-’Ashimah halaman 182, Ibnu Taimiyyah berkata :
أن الله فوق السموات بذاته
“ Sesungguhnya Allah itu di atas langit dengan Dzatnya “
Di dalam kitab “ Qurrah Uyun al-Muwahhidin “ karya Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab (cicit Muhammad bin Abdul wahhab), cetakan Maktabah al-Muayyad tahun 1990 cetakan pertama, halaman 263 disebutkan :
أجمع المسلمون من أهل السنة على أن الله مستو على عرشه بذاته…استوى على عرشه بالحقيقة لا بالمجاز
“ Sepakat kaum muslimin dari Ahlus sunnah bahwa sesungguhnya Allah beristiwa di Arsy dengan dzat-Nya…Allah beristiwa di atas Arsy secara hakekat bukan majaz “.
Dan masih segudang lagi akidah-akidah wahabi-salafi yang meyakiniTuhannya dengan sifat-sifat makhluk-Nya sebagaimana akidah Yahudi.
Dan masih segudang lagi akidah-akidah wahabi-salafi yang meyakiniTuhannya dengan sifat-sifat makhluk-Nya sebagaimana akidah Yahudi. Dan jika saya beberkan semuanya, maka akan menjadi lembaran yang sangat banyak. Cukup yang singkat sedikit ini membuktikan bahwa akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya adalah akidah Yahudi.

Ahlusunnah Menyikapi Hadis – Hadits Dhoif


بسم الله الرحمن الرحيم.
الله.
وظيفة الحديث الضعيف فى الاسلام وأقوال كبار أئمة السلف والخلف فيه لفضيلة السيد محمد زكى ابراهيم.
Wazifah
Hadis-Hadis Dhoif.
Ta’lif
Fadhilah al- Sheikh al-Sayyid Muhammad Zaki Ibrahim.
Mantan Sheikh al-Masyaikh Thuruq al-Shufiyyah Mesir.
Terjemahan dan olahan
Oleh
al-Ustaz Abd. Raouf Nurin Al-Bahanji al-Aliyy.
Pondok jalan padang Ragut .
Tampin N.S.D.K
Sempena Maulid Rasul s.a.w 1427 h bersamaan 2006 m.
Sekapur Sireh
Risalah yang padat dengan fakta-fakta bernas. Meluruskan salah faham terhadap hadis-hadis Dhoif yang berkait dengan amalan dan fatwa-fatwa hukum-hukum majoriti umat Islam semenjak berkurun-kurun yang lalu. Membacanya mesti disertai ketelitian tanpa taa’sub pada mana-mana fahaman.
Mengapa dicerca rapuhnya sesuatu jika ianya berada di atas atau di dalam sesuatu yang teguh?. Mengapa dilontar buang Aqiq disebabkan Intan Permata?. Apa salahnya Aqiq, keberadaannya di sisi Intan? . Intipati risalah di antaranya:
  1. Hadis Dhoif tidaklah dimasukkan sebagai hadis yang tertolak di segenap sudut. Lantaran itu, sebahagian ulama’ menganggap sunat beramal dengan hadis-hadis Dhoif pada tempat yang layak. Oleh yang demikian, para ulama’ hadis telah memasukkan hadis Dhoif termasuk dalam bahagian hadis yang Makbul (yang diterima), teristimewa pada Fadhoil Amal atau perkara yang bukan hukum-ahkam.
  2. Hadis-hadis yang Dhoif adalah hadis yang mempunyai asal, tetapi tidak sempurna padanya syarat-syarat hadis Sohih.
  3. Kemungkaran yang paling teruk ialah apabila kemelut yang dihadapi oleh saudara-saudara kita ini tidak berkurangan sampaikan mereka sanggup mempertikaikan/menuduh yang bukan-bukan kepada orang-orang Sufi hanya kerana berpegang pada hadis Dhoif, walaupun dalam hal-hal yang disepakati oleh Para Ulama Hadis dan Para Ulama Usul ditimur dan barat bahawa hadis-hadis Dhoif terbabit sunat diamalkan, juga semata-mata kerana mengetahui sebahagian besar di kalangan Ulama-ulama hadis dan Imam-imam mereka adalah Ahli Sufi yang memimpin (pengikutnya dan umat) sebagaimana yang terdaftar dalam senarai sanad-sanad dan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh mereka
Wassalam
Penterjemah.
1. Puji-pujian.
Bahawasa segala puji hanya bagi Allah Tabaraka wa Ta’ala, selawat dan salam ke atas Penghulu kami, Rasulullah yang Terpilih, mudah-mudahan Allah Ta’ala meredhai atas Keluarga dan Para Sahabat dan Tabi’in. Kami berlindung dengan Allah dengan kejahatan nafsu-nafsu kami dan keburukan amal-amal kami dan kami mulai dengan sesuatu yang terlebih baik.
2. Tamhid.
Waba’du: Di antara perkara bida’ah yang dianggap buruk, yang berlaku di kalangan orang ramai, yang tersebar luas melalui perkataan daripada mereka yang ghairah mendakwa memperjuangkan sunnah, tauhid dan pembaharuan (tajdid) iaitu keterlaluan mengkritik hadis-hadis Dhoif sebagai Batil dan Dusta. Menganggap beramal dengan hadis-hadis Dhoif sebagai keji dan fasik atau sekurang-kurangnya sebagai kejahilan dan melampaui batas syaria’t.
Padahal displin keilmuan tidaklah beranggapan begitu kerana hadis-hadis Dhoif mendapat tempat di sisi syariat dan ia berperanan di dalamnya. Hadis Dhoif juga mempunyai peranan yang asas dalam agama Islam. Sebahagian daripada kezaliman terhadap ilmu dan agama iaitu menganggap dan menghukumkan hadis Dhoif dengan hukuman dusta (iaitu disamakan dengan hadis Maudhu’). Demikian itu kerana hadis-hadis yang Dhoif adalah hadis yang mempunyai asal, tetapi tidak sempurna padanya syarat-syarat hadis Sohih. Iaitu bermakna pada hadis Dhoif terdapat di sisinya keSohihan pada suatu sudut, dan sebahagian syarat-syarat Makbul hadis, tetapi sifat-sifat tersebut tidak sempurna sebagaimana yang berlakunya pada hadis-hadis Sohih . Oleh yang demikian, para ulama’ hadis telah memasukkan hadis Dhoif termasuk dalam bahagian hadis yang Makbul (yang diterima), teristimewa pada Fadhoil Amal atau perkara yang bukan hukum-ahkam.
Maka hadis Dhoif tidaklah dimasukkan sebagai hadis yang tertolak di segenap sudut. Lantaran itu, sebahagian ulama’ menganggap sunat beramal dengan hadis-hadis Dhoif pada tempat yang layak, dan hadis-hadis yang Dhoif adalah hadis yang mempunyai asal, tetapi tidak sempurna padanya syarat-syarat hadis Sohih..Daku tahu kenyataan ini tidak akan disenangi oleh sebahagian orang tetapi menuntut keredhoan Al-Haq adalah wajib sekalipun dibenci oleh sebahagian orang.
3. Kitab-Kitab hadis Sohih sangat banyak.
Kitab-kitab yang memuatkan hadis Sohih amat banyak. Hadis-hadis Sohih bukanlah semata-mata hadis yang dikumpulkan oleh Imam al-Bukhari atau Imam Muslim sahaja. Saya tidak menemui adanya Nas dalam agama Allah ataupun Isyarat yang menunjukkan pembatasan hadis Sohih terhadap kitab-kitab ini sahaja. Membataskan penerimaan Hadis Sohih terhadap kedua-dua kitab ini sahaja merupakan satu bentuk kefanatikan dan keraguan terhadap ilmu tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan.
Dalam kitab Huda al-Abrar ‘ala Tol’ati al-Anwar dan kitab Idha’atul Halik yang ditulis oleh Imam Ibn a-Hajj al-‘Alawi, kitab al-Jami’ oleh Safiyuddin al-Hindi dan kitab al-manhal al-Latif serta kitab-kitab lainnya ada menyebutkan: Kitab-kitab yang mana kesemua hadis yang termuat di dalamnya dinisbahkan sebagai hadis Sohih menurut kesepakatan jumhur ahli hadis melainkan sedikit sahaja yang telah dikritik Ulama’ ialah:
  1. Sohih Al-Bukhari ( Al- Jaami’ Al- Sohih).
  2. Sohih Muslim.
  3. Al-Muntaqa oleh Ibn al-Jarud ( melainkan hadis yang beliau telah Mursalkan ).
  4. Sohih Ibn Khuzaimah.
  5. Sohih Ibn Abi ‘Awanah.
  6. Sohih Ibn al-Sakan.
  7. Sohih Ibn Hibban.
  8. Mustadrak al-Hakim (setelah dibuat pengesahan melalui hafalan semua oleh al-Dzahabi dan al-Iraqi sekalipun pengesahan al-Dzahabi lebih mendasar dan lebih keras ). Sebahagian mereka turut memasukkan Musnad Ahmad 1.
  9. Al- Muwata Imam Malik 2 yang lebih berhak .
  10. Kemudian (Al-Mustakhrajat) iaitu kitab-kitab yang mentakhrij hadis-hadis yang masyhur dikalangan para ulamak.
Kesemua kitab ini yang sedia dimaklumi di kalangan ulamak yang hanya memuatkan hadis-hadis Sohih samada disudut Ilmiyah dan Ilmu Hadis.
Selain daripada kitab-kitab ini, terdapat hadis yang Sohih, Hasan dan Dhoif.
ألا يقدم أحد على البخارى فى العزو وان كان الحديث فيه وفى مسلم ساقوا لفظ مسلم لمبالغته فى تحرى اللفظ النبوى.
Kaedah (ahli hadis): ((Bahawa tidak boleh didahulukan nama selain al-Bukhari (jika hadis terbabit juga diriwayatkan oleh al-Bukhari) dalam menisbahkan sesuatu hadis kepada perawinya . Dan pada Muslim (jika sesuatu hadis itu juga telah diriwayatkan oleh keduanya) mereka turut menyebutkan namanya (bersama-sama al-Bukhari) disebabkan ketelitian Muslim dalam menyaring lafaz yang benar-benar diucapkan oleh Nabi s.a.w.))
Oleh itu pandangan yang memestikan berpegang dengan hadis yang terdapat dalam kitab Sohih al-Bukhari dan Muslim semata-mata dengan anggapan hanya kedua-dua kitab ini sahaja yang memuatkan hadis yang Sohih, bukannya pandangan yang
bersandarkan kepada ilmu dan bukan pada agama.
_____________________________________________________________________
1 Kerana Dhoif dalam al-Musnad Ahmad adalah Hasan.
2 Semua Mursal yang berada didalam al-Muwata telah diwasalkan oleh Imam-imam hadis dalam karangan-karangan mereka dari thuruq yang lain.
4. Pembahagian Hadis
Ahli hadis bersepakat bahawa ada tiga pembahagian hadis yang paling penting iaitu:
1. Hadis Sohih : Berada pada kedudukan teratas.
2. Hadis Hasan : Berada di kedudukan pertengahan.
3. Hadis Dhoif : Berada di kedudukan paling bawah, kerana cedera pada satu
syarat saja dari syarat-syarat hadis Hasan.
Adapun Hadis Maudhu’ (palsu), maka ia terkeluar daripada skop yang kita bincangkan, kerana ia adalah satu kekejian, gugur daripada hak untuk berhukum dan hak zatnya, samada disudut matan atau sanad atau kedua-duanya sekali, menurut Ijmak.
5. Pembahagian Hadis Dhoif.
Hadis Dhoif terbahagi kepada dua:
Pertama.
KeDhoifannya boleh ditampung (diperkuatkan) :
Apabila diperkuatkan oleh :
1. Hadis Dhoif Masyhur ,
2. Yang sama tetapi melalui jalan-jalan periwayatan yang lain.
3. Atau apabila mengisnadkannya oleh Sawahid yang makbul, terutama apabila Dhoif perawinya hanya disebabkan:
(a) lemah hafalan. atau
(b)lemah disebabkan Mursal atau
(c) Mastur (tertutup hal rawinya) ,
Maka ternaiklah martabatnya kepada martabat hadis Hasan Li Ghairih (iaitu bertaraf Hasan disebabkan adanya riwayat yang lain). Oleh itu termasuk dalam senarai hadis Maqbul (diterima) dan boleh dibuat hujjah sekalipun dalam soal hukum- ahkam sebagaimana yang telah dimantapkan di sisi para ulama’ dalam bidang Ilmu ini. Tidak perlu diperdulikan kepada dakwaan mereka yang mendakwa ahli dalam Ilmu ini padahal masih di tahap kebudak-budakan, tercari-cari dan tidak pernah belajar, mereka yang tahu satu perkara kemudian hilang pula beberapa perkara. Mereka mengikuti kaedah orang-orang bodoh untuk mengelabui hakikat kebenaran, mendakwa–dakwi diri dan mencari keuntungan dengan pendapat-pendapat pelik-pelik (Syaz) mereka.
Kedua.
KeDhoifannya tidak boleh ditampung:
Walaupun terdapat banyak jalan periwayatannya. Ia dinamakan sebagai al-Wahiy (sangat lemah) hal ini berlaku sekiranya perawi itu ternyata seorang yang fasik atau dituduh berbohong.
Para ulamak Ilmu Ini mengatakan: Hadis yang seperti ini jika diperkukuhkan dengan riwayat-riwayat yang lain, dan mempunyai Syawahid dan Mutab’at, maka tarafnya naik, daripada taraf (hadis Munkar, al-Waahiy atau hadis yang Tidak Ada Asalnya) kepada martabat yang lebih tinggi. Pada ketika itu ia boleh diamalkan dalam soal fadhilat-fadhilat amal selain pada soal:
  1. Akidah
  2. Hukum – Ahkam.
Sebahagian ulamak menambah:
  1. Tafsiran al-Quran. Kerana mendahulukan Hadis dalam menafsir daripada tafsiran berdasarkan fikiran semata-mata, tetapi pada pengecualian yang ketiga ini terdapat kritikan yang perlu pengkajian semula.
Dengan itu menerima pakai hadis Dhoif dalam segala jenis amalan yang berbentuk menggemar dan menakutkan, dalam soal adab, sejarah, ketatasusilaan, kisah tauladan, manaqib (biodata seseorang), sejarah peperangan, dan seumpamanya adalah diHaruskan. Perkara ini telah disepakati (Ijmak) oleh para ulamak seperti yang dinukilkan oleh Imam al-Nawawi, Ibn Abdul Barr dan selain mereka. Malah Imam al-Nawawi menukilkan pandangan ulamak bahawa dalam hal-hal tersebut disunatkan beramal dengan hadis Dhoif.
والاستحباب من جملة أصول الدين وأحكام الشرع الشريف
(Perkara yang sunat termasuk dalam himpunan Usuluddin dan hukum-ahkam syarak), perhatikanlah.
Tetapi kami berpendapat :
1. Penerimaan hadis Dhoif dalam perkara-perkara terbabit bersyaratkan jangan terlalu kuat keDhoifannya. Maka tidak termasuk hadis-hadis Dhoif yang ketunggalan periwayatannya yang salah seorang perawinya pendusta atau kesalahannya sangat keji.
2. Ia adalah merupakan perkara yang termasuk di bawah asas sesuatu Kaedah Syarak yang Kuliyyah (mencakupi seluruh soal-soal cabang perkara yang dihukum). Maka hadis-hadis yang tidak langsung berada di lingkungan asas tersebut bahkan merupakan perkara baru, adalah terkeluar dari keharusan ini .
3. Jangan pula hadis tersebut bercanggah dengan hadis yang Sohih. Maka terkeluar pula hadis-hadis Dhoif yang ditolak oleh hadis-hadis Sohih dan Sabit. Ini merupakan pendapat Ibnu Hajar al- Asqolani dan as- Sakhawi 3
6. Penerangan lebih jelas.
Abu al-Syeikh Ibn Hibban dalam kitabnya al-Nawa’ib meriwayatkan secara Marfu’ hadis Jabir r.a yang menyebutkan:
(( من بلغه عن اللّه عز وجل شيء فيه فضيلة , فأخذ به ايمانا به , ورجاء لثوابه ,
أعطاه اللّه ذلك , وان لم يكن كذلك )).
“Barang siapa yang sampai kepadanya sesuatu daripada Allah yang memuatkan sesuatu fadhilat, lalu dia beramal dengannya kerana percaya terhadapnya dan mengharapkan ganjaran pahalanya maka Allah memberikan yang demikian itu, sekalipun sebenarnya bukan begitu”.4
Hadis ini merupakan punca asas yang besar dalam membincangkan hukum-hukum berkaitan hadis Dhoif, kerana tidak mungkin sabdaan ini terbit daripada fikiran semata-mata tanpa Masmu’ (didengari dari Nabi s.a.w), bahkan ia sebenarnya merupakan dalil bahwa bagi hadis-hadis Dhoif mempunyai asal dan tanda pengesahan makbul (diterima).
Sesungguhnya para Ulama menukilkan daripada Imam Ahmad bin Hanbal bahawa dalam soal hukum-hakam, beliau berpegang dengan hadis yang Dhoif (jika ditampung keDhoifan tersebut dengan kemasyhuran hadis terbabit). Beliau juga mengutamakan hadis Dhoif dari pandangan akal. Beliau mengambil hadis-hadis Dhoif pada perkara-perkara halus (seperti akhlak) dan fadhoil. Seperti itu juga Ibnu Mubarak, al-Anbari, Sufiyan al-Thawri dan di kalangan pemuka-pemuka umat r.ahum.
————————————————————————————————–
3 Qaulul Badi’ : 195.
4 Pengarang Kanzul Ummal – ( 43132) – telah menisbahkan hadis ini kepada Abu Sheikh, Khatib, Ibnu an-Najjar, al-Dailami dari Jabir iaitu dalam kitab al-Durar karangan Ibnu Abdi al-Barr , al-Mu’jam al-Awsath karangan al- Tabarani dari Anas dengan lafaz – (( Sesiapa yang telah sampai kepadanya sesuatu fadhilat dari Allah , maka ia tidak mengakuinya , tidaklah ia mendapatnya.)) tapi terdapat kritikan pada riwayat yang ini , al-Ajluni telah menyebut dalam Kasf al-Khafa ( 2 : 327), telah di nukil dari Imam Sayuthi pada akhirnya (( maka pada jumlah , ada baginya asal )). Satu hadis lagi telah meriwayatkan oleh Imam Ahmad (5: 425) Ibnu Sa’ad dalam Tabaqat ( 1: 387/388), Ibnu Hibban telah menSohihkannya (92) – Bahawa Nabi s.a.w telah bersabda ((Bila kamu mendengar sesuatu hadis dari ku, yang hati kamu telah mengenalinya, lembutlah bulu dan kulit kamu , kamu nampak hadis tersebut hampir (boleh kamu faham) maka daku lebih utama dengannya dari kamu. Apabila kamu mendengar pula sesuatu hadis dari ku yang hati kamu ingkar, liar darinya oleh bulu dan kulit kamu dan kamu nampak hadis tersebut jauh (untuk difahami), maka daku lebih jauh dari kamu terhadapnya (lantaran ia bukan berasal dariku)).
Begitu juga para ulamak Hanafi mendahulukan hadis Dhoif terhadap pandangan akal, sebagaimana yang dinukilkan oleh al-Zarkasyi, Ibn Hazm dan selainnya.
Maksudnya, bahwa sesungguhnya bagi hadis-hadis Dhoif adalah zat-zat hadis yang terdapat I’tibar, dan kegiatan Ilmiyyah Syaria’t, kerana tidak mencukupi sebahagian syarat-syarat hadis Sohih padanya. Maka meletakkan title makzub (hadis dusta/ maudhu’) pada hadis Dhoif adalah kesalahan yang besar di sudut Ilmiyah.
Mazhab Abu Daud samalah seperti mazhab Hanafi dan Hanbali, yang mana mereka mengutamakan hadis Dhoif berbanding penggunaan akal, jika tidak ada sumber lain yang boleh dijadikan dalil dalam sesuatu bab yang dibincangkan.
Tidak ada yang menyanggahi Ijmak bahawa hadis Dhoif boleh diamalkan melainkan Abu Bakar Ibn al-‘Arabi seperti yang dinukilkan oleh Ibn al-Solah. Percanggahan oleh Ibn al-‘Arabi ini mempunyai beberapa alasan yang telah dijawab oleh para ulama, atau penolakannya terhadap hadis Dhoif itu hanya terbatas kepada alasan-alasan yang diberikan sahaja. Oleh itu sebenarnya tidak ada percanggahan antara beliau dengan ijmak ulama dalam hal keharusan beramal dengan hadis Dhoif jika betul pada tempatnya.
7. Hadis-hadis dalam al- Sohih (al-Bukhari dan Muslim), Dhoif dan Mudha’af.
Di sana terdapat satu lagi bahagian hadis yang dinamakan hadis muda’af, iaitu hadis yang mana senarai perawi dalam isnadnya dianggap Dhoif (lemah) oleh satu kumpulan ulama sementara kumpulan lain pula mengatakan mereka adalah perawi yang thiqah (dipercayai). Kedudukan hadis yang sebegini berada di tengah-tengah antara hadis Sohih dan Dhoif. Dengan kata lain, martabatnya kurang daripada hadis Sohih tetapi melebihi taraf hadis Dhoif. Ia adalah saudara kepada hadis Hasan ataupun dari jenis yang lebih tinggi daripada hadis Hasan. Oleh kerana itu para ulama mengharuskan hadis sebegini dimasukkan dalam kitab-kitab Sohih. Namun hadis-hadis ini pada kebiasaan yang berlaku , dimasukkan dalam kitab-kitab Sohih hanya berperanan sebagai syawahid dan mutaba’ah atau hanya sekadar disebut ketinggian sanadnya (sanad yang A’liyy) saja.
Al-Bukhari telah menyebut secara bersendirian (tanpa Muslim) sebanyak lebih empat ratus lapan puluh nama perawi yang lapan puluh daripadanya dikritik oleh ahli hadis sebagai bertaraf lemah periwayatannya.
Adapun rangkaian sanad Muslim pula ada enam ratus dua puluh orang perawi, yang mana seratus enam puluh orang daripada mereka dikritik dan dikatakan bertaraf lemah. Namun mereka ini (yang dikatakan lemah periwayatannya) diperakukan sebagai perawi yang thiqah (dipercayai) oleh ramai ahli hadis yang lain.
Maka bagaimana pula fikiran mereka yang mendakwa-dakwi dalam Ilmu Ini cuba mengulas berkenaan hal perwai-perawi tersebut??..
Ibn al-Solah mengulas:
(( يقع بصحة ما أسنداه ( البخارى ومسلم ) أو أحدهما , سوى أحرف يسيرة تكلم
عليها بعض أهل النقد , لا كلهم .
(( Semua perawi yang disebutkan dalam sanad al-Bukhari dan Muslim diputuskan sebagai Sohih kecuali beberapa nama yang dipertikaikan oleh sesetengah ahli al-Naqd (pengkritik sanad) bukan kesemuanya.))
Kami pula mengulas: Beberapa nama yang dipertikaikan sesetengah pengkritik sanad inilah yang termasuk dalam bahagian hadis muda’af, yang mana ia harus dimasukkan ke dalam kitab-kitab hadis yang Sohih, tanpa ada celaan seperti yang telah kami terangkan.
Kemudian seterusnya :
: ان الحكم على الحديث بالصحة , أو الحسن , أو الضعيف , انما هو لظاهر الاسناد , لا لما هو فى نفس الأمر , فنفس الأمر هو اليقين المطلق الذى لا يعلمه الا اللّه وحده
Menentukan sesuatu hadis sama ada bertaraf Sohih atau Hasan atau Dhoif adalah berdasarkan pengamatan zahir terhadap nama-nama yang terdapat dalam sanad. Sesuatu hadis dikategorikan sebagai Sohih, Hasan dan Dhoif bukan berdasarkan hakikatnya, kerana hakikatnya yang sebenar hanya Allah jua yang mengetahui. Oleh kerana itulah para ulama hadis menyebutkan:
(( كم من حديث صحيح هو فى نفس الأمر ضعيف , وكم من حديث ضعيف هو فى نفس الأمر صحيح , وانما علينا التحرى والاجتهاد ))
((Mungkin ada di antara hadis yang Sohih pada hakikatnya ia adalah Dhoif, dan berapa banyak hadis yang Dhoif sedangkan pada hakikatnya ia adalah Sohih. Yang menjadi kewajipan kita ialah membuat pemeriksaan dan berijtihad.)
Mereka mengatakan lagi:
: لأنه يجوز الخطأ والنسيان على العدل الصدوق , كما يجوز على غيره , فاليقين هنا اعتبارى محض.
((Ini kerana ada kemungkinan perawi yang adil/yang benar melakukan kesilapan atau terlupa sebagaimana hal tersebut harus berlaku kepada orang lain. Oleh itu keyakinan terhadap mutu hadis di sini hanya dalam bentuk iktibar (iaitu berdasarkan pengamatan yang zahir)).
ورواية (( العدل )) عن (( الضعيف )) تعديل له عند الأصوليين .
((Apabila seorang perawi yang bersifat adil meriwayatkan hadis yang diambilnya daripada perawi yang bertaraf Dhoif, maka bererti dia menganggap perawi itu bertaraf adil, menurut ulamak Usul.))
Pengarang kitab al-Manhal menyebutkan:
” وقياسه أنه تصحيح له أيضا عندهم ” .
((Qiyasnya, bererti perawi yang bertaraf adil itu telah mentashihkan hadis Dhoif tersebut, menganggap hadis tersebut sebagai Sohih disisi mereka.))
8. Ulama Sufi dan Hadis Dhoif.
Mudah-mudahan para saudara kita di kalangan penulis dan pembimbing selepas ini mengambil sikap warak (berhati-hati) daripada menghamburkan pandangan secara ithlaq (pukul rata) sehingga sampai menganggap palsu (maudhu’) terhadap hadis-hadis yang Dhoif yang tidak sesuai dengan pendapat mereka. Seolah-olah hadis Dhoif itu sebagai maudhu’, makzub dan muftara (( موضوع , مكذوب , مفترى ))
tidak boleh diambil manfaat, tidak perlu dihormati dan tidak boleh dinukilkan dan tidak boleh langsung berjinak-jinak dengan lafaz dan pengertiannya.
Kemungkaran yang paling teruk ialah apabila kemelut yang dihadapi oleh saudara-saudara kita ini tidak berkurangan sampaikan mereka sanggup mempertikaikan/ menuduh yang bukan-bukan kepada orang-orang Sufi hanya kerana berpegang pada hadis Dhoif, walaupun dalam hal-hal yang disepakati oleh Para Ulama Hadis dan Para Ulama Usul ditimur dan barat bahawa hadis-hadis Dhoif terbabit sunat diamalkan, juga semata-mata kerana mengetahui sebahagian besar di kalangan Ulama-ulama hadis dan Imam-imam mereka adalah Ahli Sufi yang memimpin (pengikutnya dan umat) sebagaimana yang terdaftar dalam senarai sanad-sanad dan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh mereka. Sentiasalah mereka yang redho dengan penyakit hadis Dhoif, berdalilkan dengan mereka (Ahli hadis di kalangan Ahli Sufi).
Ibn Abdul Barr berkata:
: (( أحاديث الفضائل لا تحتاج فيها الى من يحتج به ))
((Hadis-hadis yang berkaitan dengan fadhilat-fadhilat, maka kami tidak perlukan orang yang layak untuk dijadikan hujah.))
Ibn Mahdi menyebut dalam kitab al-Madkhal:
: (( اذا روّينا عن النبى _ صلى اللّه عليه وسلم _ فى الحلال , والحرام , والأحكام , شددنا فى الأسانيد , وانتقدنا الرجال , واذا روّينا فى الفضائل , والثواب , والعقاب , تساهلنا فى الأسانيد , وتسامحنا فى الرجال )) .
((Apabila kami meriwayatkan daripada Nabi SAW tentang halal haram dan hukum-hakam, maka kami akan memperketatkan sanad-sanadnya dan kami akan membuat kritikan (pemeriksaan) terhadap rijalnya (nama-nama perawi yang terdapat dalam sanad). Tetapi apabila kami meriwayatkan hal-hal berkaitan fadhilat, ganjaran pahala dan seksa, maka kami mempermudahkan sanad-sanadnya, dan kami bertolak ansur dengan rijalnya.))
Imam al-Ramli menyebutkan hadis-hadis yang terlalu Dhoif (iaitu hadis yang dinamakan al-Wahiy) apabila sebahagiannya bergabung dengan sebahagian yang lain, maka ia boleh dijadikan hujjah dalam bab ini (iaitu Bab Fadhilat, Perkara yang menambat hati, Nasihat, Ketatasusilaan, Sejarah dan seumpamanya). Berdasarkan inilah, maka al-Mundziri dan para pentahkik yang lain mengumpulkan hadis-hadis terbabit dalam kitab al-Targhib wa al-Tarhib (menggemar dan membimbangkan).
Pendekatan yang diambil oleh golongan terdahulu yang membuat pengkhususan dalam bidang hadis ini samalah dengan pendekatan yang diambil oleh sesetengah fuqaha’ dan ulama tasawuf. Dan dengan pendekatan inilah kami berpegang. Dalam Matan Hadis-hadis Dhoif, kita banyak menemui hikmah-hikmah, ilmu makrifah, perkara yang seni-seni/ halus, kesusateraan yang menghimpun semuanya oleh hembusan wahyu kenabian adalah merupakan barang khazanah (Ilmu ) orang mukmin yang telah hilang.
Inilah pendekatan yang diambil oleh ulama terdahulu seperti al-Thawri, Ibn ‘Uyainah, Ibn Hanbal, Ibn al-Mubarak, Ibn Mahdi, Ibn Mu’in dan al-Nawawi. Ibn ‘Adiy meletakkan satu bab berkaitan hal ini (penerimaan hadis Dhoif) dalam kitabnya yang berjudul al-Kamil. Begitu juga yang dilakukan oleh al-Khatib dalam kitab al-Kifayah.
*******
Pada masa kini, kita dapat melihat (amat mendukacitakan), ada golongan yang menolak hadis-hadis al-Bukhari kerana tidak sejajar dengan kefahaman yang dipeganginya, dan tidak bersesuaian dengan kecenderungannya atas nama menolong Sunnah. Malah ada orang yang menulis buku berkaitan hal ini, sedangkan dia bukan orang yang berkelayakan. Ada berpuluh-puluh musuh Islam yang membantunya untuk mencetak buku berkenaan dan mengagihkan secara percuma di merata tempat walaupun menelan kos yang besar yang didorong oleh kepentingan mendapatkan keuntungan material dan niat yang buruk.
Kalau tidak dengan rahmat Allah, dan langkah-langkah yang diambil oleh majalah Muslim (iaitu majalah yang diasaskan oleh penulis) dan sesetengah ulama hadis (untuk menangkis usaha tersebut), nescaya akan menyebabkan timbul keraguan terhadap semua hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan riwayat oleh Imam-imam Hadis yang lain. Tentunya (jika tidak ada usaha yang diambil oleh sesetengah Ulama dalam menangkis golongan terbabit), maka Sunnah Nabi yang telah sabit secara ilmiah terdedah kepada fitnah (semoga Allah melindunginya) yang ditimbulkan oleh golongan yang mendakwa sebagai Salafiyah, kononnya mereka yang lebih mengetahui tentang ilmu Sunnah , berbanding makhluk Allah yang lain. Mereka menghukum kufur orang dan menghukum mereka sebagai Syirik dan Fasiq kecuali sesiapa yang menurut hawa nafsu mereka yang jelek.
Fahamilah keadaan Ini :
Sesungguhnya Imam Al-Nasa’ie telah mentakhrijkan (iaitu memakai dan beri’timad dalam riwayat sesuatu hadis) nama-nama perawi yang tidak diijmak pada matruknya, yakni nama perawi sesuatu hadis yang hanya bersumberkan daripadanya. Asalkan jangan dia dikenalpasti sebagai seorang yang pembohong.
Apa yang berlaku kepada kami (iaitu hadis-hadis yang diamalkan oleh kami) yang diriwayatkan oleh Tokoh-tokoh besar Sufi dan Pendakwah ke jalan Allah, tidak terdapat di dalam sanadnya perawi yang pembohong atau pendusta. Cukuplah ini sebagai dalil keharusan beramal dengan hadis yang Dhoif pada tempatnya. Inilah pendirian yang diambil oleh ulama-ulama Tasawuf dan yang terdapat dalam kitab-kitab mereka. Kami memohon keampunan kepada Allah dan bertaubat kepadaNya. Dialah jua yang memberikan taufiq dan tempat untuk meminta pertolongan.
ونستغفراللّه ونتوب اليه , وهو الموقف المستعان .
وصلى اللّه على سيدنا محمد وعلى آله وصبه وسلم .
وكتبه المفتقر اليه تعالى وحده
محمد زكى ابراهيم
رائد العشيرة المحمدية وشيخ الطريقة الشاذلي
بسم الله الرحمن الرحيم.
فوائد علمية متناثرة
وكتبه تلميذ المؤلف :
محي الدين حسين يوسف
حول الحديث الضعيف وأحكامه
الحمدللّه , والصلاة والسلام على رسوللّه , وعلى آله وصحبه ومن اهتدى بهداه. أما بعد .
1. Bilakah naik darjat Hadis Dhoif kepada darjat Hadis Hasan?
Apabila diriwayatkan sesuatu hadis yang mana disegenap sudutnya adalah Dhoif, tidak semestinya hasil daripada berhimpun banyak akan dianggap sebagai Hasan. Maka Hadis Dhoif di sisi Para Muhaqiqin terbahagi dua:
A.Yang ditampung dengan hadis-hadis yang lain: Hadis yang sebegini dibuat hujjah pada masalah fadhoil dan sepertinya. Hadis Dhoif daripada bahagian pertama ini disebabkan beberapa sebab :
1) Dhoif disebabkan lemahnya hafalan perawi yang meriwayatkannya padahal perawi
tersebut bersifat amanah.
2) atau Dhoifnya disebabkan Mursal
3) atau bersifat Tadlis
4) atau tidak dikenal perawinya (Majhul).
atau yang sepertimana perkataan para ahli hadis:
: اسناده محتمل للتحسين , أو قريب من الحسن , أو فى اسناده لين , أو ضعف , ثم : اسناده َضعيف , ثم : فى اسناده مجهول , أو مستور , ثم : ليس فى اسناده متروك , أو من يترك , أو من أجمع على ضعفه.
(( Isnadnya diihtimalkan bagi Hadis Hasan atau hampir dengan martabat Hadis Hasan
atau pada isnadnya terdapat sifat Liin atau sifat Dhoif. Kemudian isnadnya lemah,
kemudian pada isnadnya Majhul atau mastur, kemudian tiada pada isnadnya itu seseorang yang bersifat Matruk, atau mereka yang matruk ( ditinggalkan) atau mereka yang telah di Ijmak kan atas Dhoif riwayatnya.
Maka Dhoif yang begini akan ditampung keDhoifannya dengan hadis Dhoif yang lain yang tidak rendah darjahnya ( sama-sama Dhoif) dan hilang keDhoifan nya dengan sebab terdapat thuruq ( jalan riwayat ) yang lain yang bersamaan atau lebih tinggi daripada darjahnya.
B. Dhoif yang tidak tertampung dengan riwayat yang lain, dan tidak boleh dibuat hujjah dengannya secara mutlak. Tidak boleh pada bab fadhoil dan tidak juga boleh pada perkara yang selain fadhoil. Diantaranya hadis Al Waahiy dan hadis Mungkar. Iaitu hadis yang keDhoifannya disebabkan fasik rawinya atau dusta. Itulah perkataan muhadissin berkenaannya:
اسناده واه أو ضعيف جدّا , أو ساقط , أو هالك , أو مظلم
Hadis-hadis yang begini tidak berfungsi sekalipun maufakat padanya hadis-hadis Dhoif yang lain, lebih-lebih lagi apabila hadis-hadis Dhoif yang lain hanyalah bersamaan dengannya pada istilah-istilah pangkat tersebut, disebabkan kuat Dhoifnya dan sama taraf kedudukan hadis yang menjadi penampung. Ya, bahkan boleh meningkat pangkat hadis-hadis Dhoif tersebut daripada keadaan pangkat-pangkatnya kepada pangkat Hadis Mungkar disebabkan berhimpun Turuqnya (banyak jalan riwayatnya), dan tidak harus (haram) meriwayatkannya melainkan hendaklah disertai penerangan berkenaan keDhoifannya yang Mungkar.
2) Ijmak Ulama menerima sesuatu hadis sekalipun ia tidak Sohih.
Sesuatu hadis yang telah diterima oleh para ulama melalui jalan periwayatan adalah makbul sekalipun tidak mencukupi syarat-syarat Sohih, kerana Umat tidak akan bersependapat di atas sesuatu yang sesat.
Berkata Ibn Abdil Barr dalam kitab al-Istizkar:
لما حكى عن الترمذى أن البخارى صحح حديث البحر (( هو الطهور ماؤه )) , وأهل الحديث لا يصححون مثل اسناده , لكن الحديث عندى صحيح , لأن العلماء تلقوه بالقبول .
((Ketika dihikayatkan daripada Imam at-Tarmizi bahawa al-Bukhari telah menSohihkan hadis berkenaan laut هو الطهور ماؤه , padahal para ahli hadis tidak menSohihkan sanad yang sepertinya, tetapi hadis tersebut disisiku adalah Sohih , kerana para ulama telah menerima hadis tersebut sebagai makbul. ))
Berkata Ibn Abdil Barr di dalam kitab at-Tamhid, Jabir telah meriwayatkan daripada Rasulullah SAW :(( الدينار أربعة وعشرون قيراطا)) Beliau berkata: Pada berkenaan pendapat sebahagian Ulama yang berkata :
واجماع الناس على معناه غنى عن الاسناد فيه.
((Ijmak manusia atas maknanya itu terkaya daripada isnadnya.))
Berkata al-Ustaz al-Isfiroyni:
, تعرف صحة الحديث اذا اشتهر عند أئمة الحديث , بغير نكير منهم .
((Dikenali keSohihan sesuatu hadis apabila masyhur ia di sisi para ulama hadis tanpa terdapat ingkar padanya.))
Berkata sebahagian ulama:
يحكم للحديث بالصحة اذا يلقاه الناس بالقبول , وان لم يكن اسناده صحيح .
((Dihukumkan sesuatu hadis itu dengan Hadis Sohih apabila para ramai Ulama menerimanya sekalipun isnadnya tidak Sohih.))
3) Beramal dengan hadis Dhoif sekalipun pada hukum-hukum.
Para ulama telah berdalil dengan hadis-hadis Dhoif, yang Dhoifnya tidaklah terlampau Dhoif. Sehingga pada masalah hukum-ahkam yang mana hadis-hadis yang Dhoif telah juga diambil iktibar. Istimewa lebih-lebih lagi bila pada bab yang bukan bab hukum-ahkam.
Contoh contoh pada masalah yang sebegitu terlalu banyak. Misalnya hadis-hadis berkenaan meletakkan tangan kanan ke atas tangan kiri ketika di dalam sembahyang. Maka hadis-hadis berkenaan dalam perkara tersebut adalah hadis-hadis yang Dhoif. Oleh yang demikian sekalipun tidak ada satu pun hadis-hadis dalam masalah ini yang sah. Ada yang paling Sohih pun ialah hadis yang diriwayatkan oleh Wail: ((Nabi SAW meletakkan kedua-dua tangan tersebut di atas dada.)) Pada hal ia bukan pula dalil untuk amalan meletakkan kanan atas kiri, al-Sawkani dan selain beliau telah menyebut tentang hadis ini.
Engkau akan jumpai contoh-contoh pada masalah yang sebegitu terlalu banyak misalnya di dalam (1.) Kitab Muntaqa al-Akhbar – karangan al-Mujid Ibnu Taimiyah, dan syarahanNya ( 2.) Nailul Awthar – karangan as-Syaukani, (3.) Takhrij Al-Hadith al Hidayah – karangan al-Hafiz Zailaie, (4.) Talkhis al-Habir – karangan Ibnu Hajar al-Asqolani, (5.) BBuluughu al-Muram, dan SyarahanNya (6.) Subul al-Salam- karangan as-Suna’ni. Di dalam (7.) Muwata- Imam Malik terdapat hadis-hadis bertaraf Mursal dan hadis-hadis yang di mulai dengan lafaz “Balagha”. Begitu juga di dalam kitab-kitab Sunan terdapat bab-bab hukum yang berhujahkan hadis-hadis Dhoif, dalam jumlah yang tidak sedikit.
Berkata al-Hafidz Abu Fadhal Abdullah bin Siddiq al-Ghumari r.h.m: Perkataan para Ulamak dalam Ilmu Ini:
الحديث الضعيف لا يعمل به فى الأحكام ليس على اطلاقه , كما يفهمه غالب الناس أو كلهم ؛ لأنك اذا نظرت فى أحاديث الأحكام التى أخذ بها الأئمة المجتمعين ومنفردين وجدت فيها من الضعيف ما لعله يبلغ نصفها أو يزيد , وجدت فيها المنكر والساقط , القريب من الموضوع.
((Hadis-hadis Dhoif tidak diamalkan dengannya pada hukum-ahkam tidaklah menurut lafaz ithlaqnya (makna yang menyeluruh) sebagaimana fahaman kebanyakkan manusia atau seluruh mereka. Kerana jikalau engkau memerhati pada hadis-hadis hukum yang telah digunakan oleh Imam-imam, samada secara sependapat ataupun sendirian pada sudut berdalil dengan hadis dhoif, nescaya engkau akan dapati terdapat hadis-hadis yang Dhoif barangkali mencapai separuh daripada dalil-dalil hukum-ahkam tersebut atau melebihi separuh. Kadang-kala engkau akan jumpai hadis-hadis Mungkar, hadis Saqith dan hadis-hadis yang hampir kepada taraf Maudhu’.))
Perkara ini telah diisyaratkan oleh saudara kandung kami al-Allamah al-Hafiz as Saiyid Ahmad di dalam kitab al Masnuni wal Battal, maka hendaklah dirujuk di sana. Bahkan mereka yang telah mencontohkan kaedah tersebut adalah Imam Malik dan Imam Abu Hanifah di mana mereka telah berhujah dengan hadis-hadis Mursal. Sebahagian daripada usul Imam Ahmad dan muridnya Abu Daud adalah berhujah dengan hadis-hadis Dhoif. Beliau telah mendahulukan hadis Dhoif daripada Pendapat dan Qiyas. Imam Abu Hanifah seperti yang telah dinaqalkan oleh Ibnu Hazam juga telah beramal seperti mana mereka yang seangkatan dengannya. Terdapat di dalam perpustakaan kami satu naskah kitab tulisan tangan berjudul al-Mi’yar, di dalamnya disebutkan hadis Dhoif pada tiap-tiap bab, yang telah dipungut daripada ijtihad para Ulamak Mahzab Empat, sebagai dalil mereka samada sependapat atau bersendiri menggunakan hadis-hadis Dhoif pada sesuatu hukum.
Apabila telah mantap bagimu pada kaedah ini, maka janganlah engkau berpaling disebabkan was-was yang telah dilemparkan oleh kumpulan buat kacau-bilau bahawa hadis-hadis Dhoif tidak boleh ditegakkan hujah dengannya sama sekali, kerana engkau telah mengetahui kaedah tersebut adalah sebahagian amalan para Imam Umat ini. Tetapi alangkah menghairankan, Thoifah (kumpulan) ini telah menggunakan hadis-hadis Dhoif apabila sesuai dengan kehendak mereka dan mengutamakan hadis-hadis Dhoif daripada yang Sohih. Perkara sebegini boleh diketahui dengan memerhatikan cara mereka menggunakan dalil-dalil untuk menegakkan bida’ah dan bantahan-bantahan mereka. Ini adalah merupakan permainan-permainan yang patut mendapat murka Tuhan
4) Ijmak Para Ulamak atas beramal dengan hadis-hadis yang Dhoif:
Tidak cedera Ijmak disebabkan terdapat pertentangan dan pendapat yang pelik
( Syaz.) Tidak terdapat seorang pun dikalangan para Ulamak yang menentang Ijmak pada Keharusan beramal dengan hadis-hadis yang Dhoif pada soal Fadhoil Amal melainkan Al-Qadi Abu Bakar bin Al-Arabi. Yang demikian itu telah menyebut oleh guru kami didalam risalahnya, perkataan yang berbunyi,:
له وجوه يرد عليه منها , ويحمل كلامه عليها … ويكفى انه انفرد بهذا القول لئلا يحتج به
((Beliau (Qadhi al-Arabi) mempunyai pendapat-pendapat yang dibangkang dan (diihtimalkan) ditujukan maksud beliau kepada…. Memadalah bahawa bersendirian beliau dengan perkataan itu dan tidak boleh dipegang sebagai hujjah.))
Adapun perbuatan sebahagian penulis kini yang suka mengubah-ubah fakta, cuba menisbahkan pendapat tersebut (iaitu tidak boleh sekali-kali beramal dengan hadis Dhoif sekalipun pada Fadhoil Amal) kepada Imam al-Bukhari dan Imam Muslim sebenarnya adalah merupakan perkara yang sangat ajeeb (menghairankan).
Kenapa begitu, jawabnya kerana Imam Al-Bukhari telah menulis di dalam kitabnya Al-Adabul Mufrod dan di dalam kitab Tarikh yang mana beliau tidak mensyaratkan periwayatan-periwayatan hadis dengan meninggalkan hadis-hadis yang Dhoif. Maka di dalam kedua kitab tersebut, beliau telah menisbahkan riwayat-riwayat tersebut kepada diri beliau sendiri, tidak lain tidak bukan tujuannya supaya bersungguh-sungguh manusia beramal dengan hadis-hadis tersebut walaupun terdapat hadis-hadis yang Dhoif. Kemudian Imam al-Bukhari R.A telah menyebut hadis hadis yang tidak menurut syarat-syarat beliau dalam kitab Jami’ nya, iaitu kitab Jami’ Sohih dan sebahagian daripada hadis hadis tersebut sekalipun di dalam Jami’ Sohih, karangan beliau terdapat hadis-hadis yang Dhoif, Ini terdapat di dalam ta’lik atau tarjamah beliau. Berlakunya perkara yang demikian menunjukkan, bahawa beliau sebenarnya beramal juga dengan hadis-hadis yang Dhoif, Adapun sebab beliau tidak menyebut di dalam Asal Kitab Sohihnya itu kerana bertentangan dengan syarat syarat beliau, yang mana beliau hanya akan meriwayatkan hadis-hadis didalam Kitab Jami’ nya itu tidak lain melainkan hadis-hadis yang Sohih sahaja.
Adapun Imam Muslim, maka sesungguhnya Imam Nawawi yang telah mensyarahkan kitab beliau, telah menghikayatkan Ijmak atas Keharusan, beramal dengan hadis hadis yang Dhoif pada Fadhailul amal,
Padahal Imam Nawawi lebih mengetahui, berkenaan Imam Muslim, dan berkenaan Kitab Sohih Imam Muslim, berbeza jauh apabila dibandingkan dengan mereka yang membantah.
Adapun perkataan, sekumpulan daripada golongan orang yang menisbahkan diri mereka, sebagai golongan Salafi pada zaman kita ini, maka tidaklah akan cedera pula Ijmak lantaran kurang faham mereka itu dan lantaran disebabkan mereka membantahinya pada perkara yang telah diamalkan (iaitu beramal dengan hadis-hadis Dhoif).
Selain daripada itu, sebenarnya kebanyakan mereka yang mendakwa sebagai Salafi itu, bukanlah Ahli di medan Ilmu Ini .
5) Meriwayatkan hadis-hadis Dhoif?
Adalah wajib menerangkan keadaan sesuatu hadis itu adalah Dhoif ketika meriwayatkannya atau wajib disebutkan dengan salah satu dari lafaz yang menunjukkan Dhoif seperti lafaz :
روى untuk memelihara perbezaan di antara hadis yang Sohih, yang Thabit dengan hadis yang Dhoif, yang tidak sempurna padanya syarat-syarat Sohih.
6) Pemuka-pemuka hadis dahulu kala.
Di dalam kebanyakkan kitab-kitab para pemuka hadis yang terdahulu mereka menyebutkan setiap hadis dengan sanadnya tanpa menerangkan darjah hadis tersebut. Demikian itu kerana bersandar kepada kaedah:
(( من أسند فقد أحالك , ومن لم يسند فقد تكفل لك ))
Ertinya: ((Sesiapa yang menyebut sanad maka sesungguhnya ia memalingkannya kepadamu, dan sesiapa yang tidak menyebut sanad sesungguhnya memadai ia bagimu.)) Oleh yang demikian lazimlah berniat.
7) Sebahagian daripada tanda-tanda keNabian
Kepada mereka yang berpangkalkan Hadis Nabi s.a.w pada selemah-lemah sebab , dan telah menimpa mereka demam panas Ta’asub ketika mendengar perkara yang bertentangan dengan Hawa Nafsu mereka berkenaan Hadis Nabi , ditujukan kepada mereka sabdaan Rasul s.a.w :
(( لا ألفينّ أحدكم متكئا على أريكته يأتيه الأمر من أمرى مما أمرت به , أو نهيت عنه فيقول : لا ندرى ما وجدنا فى كتاب اللّه اتبعناه )) رواه ابو داود والترمذى وصححه
((Sesungguhnya tidak akan di dapati sesorang dari kamu yang bertelekan (duduk) di katilnya, yang datang padanya sesuatu perkara dari urusan dari perintahku atau laranganku, melainkan akan akan menjawab: Kami tidak tahu dan tidak menjumpainya ada dalam Kitab Allah untuk kami ikutinya.))
8) Waham dan Tadlis pada menerangkan pangkat hadis.
Telah beradat sebahagian mereka yang telah mewahamkan dan mentadliskan pada menerangkan darjah hadis dengan menggunakan perkataan:
(( ليس بصحيح)) يعنى (( حسن أو ضعيف ))
Ertinya: Tidak Sohih iaitu (maksud yang sebenar adalah samada) Hasan atau Dhoif, melainkan bahawa menisbahkan perkataan berikut sebenarnya bertujuan untuk memberi kesamaran kepada umat bahawa hadis tersebut adalah Maudhu’. Padahal tidak terdapat di dalam kitab-kitab hadis istilah yang begitu, sesungguhnya kebanyakkan mereka yang mengaku Salafi pada masa kita ini menulis di dalam majalah-majalah mereka perkara waham dan tadlis. Mesti diketahui apabila di dapati di dalam kitab-kitab ahli hadis yang terdahulu (al-Mutakaddimin) istilah seperti
لم يصح فى هذا الباب حديث
((Tidak sah pada bab ini suatu hadis pun)), maka yang dimaksudkan adalah terdapat hadis Hasan dan Dhoif padanya. Mereka menggunakan peristilahan sebegitu kerana mereka berbicara dihadapan:
1.Para Ulamak atau
2. Pada ketika kebanyakkan hadirin yang hadir adalah membincangkan istilah-istilah di dalam ilmu ini.
9)Membatalkan hadis-hadis dengan menyangka membersih dan menolongnya.
Sebahagian bala Allah Taala yang ditimpakan pada segolongan orang, iaitu sengaja menyeluk kitab-kitab hadis dan membahagi-bahagikannya kepada hadis Sohih dan Dhoif, bahkan cuba mengumpulkan kesemua hadis-hadis Sohih dalam satu kitab dengan hanya menurut hawa nafsunya. Mengandingkan hadis Dhoif bersama Hadis Maudhu’ dalam satu kitab pula. Maka apakah bencana dahsyat yang ditimpakan lagi?. Adakah kerana kemasyhuran dan banyak karangan yang menghasilkan banyak harta benda?. Atau di sana ada tujuan yang tersembunyi untuk mengenepikan hadis-hadis yang begitu banyak?. Lantaran menuntut redho syahwat orang-orang tertentu atau menuntut redho mereka yang di tangannya suruh dan tegah, dan menyebarkan sebahagian mazhab dan hawa nafsu yang mengikut siasah dengan memperdaya menggunakan agama?
10) Kaedah usul pada sesuatu yang pada perkara yang ditinggalkan الترك
Setengah daripada bencana yang meratai di kalangan masyarakat bahawa sesorang akan berkata: Perkara ini haram kerana Nabi meninggalkannya atau tidak melakukannya.
Firman Allah Ta’ala:
وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا
((Perkara yang telah mendatangnya pada kamu oleh Rasul, maka hendaklah kamu ambil, dan perkara yang Baginda tegah pada kamu maka hendaklah kamu tinggalkan.))
Tidak pula Tuhan berfirman: : وما تركهdan perkara yang ia tinggalkan. Maka Nabi meninggalkan sesuatu perkara tidak pula bermakna perkara tersebut haram kerana kaedah:
والأصل فى الأشياء الاباحة , الاّ ما ورد فيه نص أو دليل شرعى .
((Asal pada sesuatu perkara adalah harus melainkan apabila telah datang padanya nas atau dalil syarak yang mengharamkannya.))
11) Penyudah, ditujukan pada Para Pemuda kami, Para Pewaris.
Sesungguhnya sebaik-baik perkara yang kami bentangkan pada hari ini kepada para pewaris umat ini dan pemukannya adalah: ((Bahawa berhadaplah sepenuh inayah kamu untuk kitab-kitab hadis, mengambil dan belajar kepada para guru yang beramal dan jadilah kamu para penolong pada beramal dengannya, janganlah kamu menjadi yang memusuhinya. Sejahat-jahat musuh adalah musuh yang menyerupai rupa teman. Dan sesungguhnya kitab-kitab hadis yang sangat berhajat para pemuda padanya lebih daripada berhajat kepada air sejuk pada ketika haus/ dahaga, maka lazim olehmu kitab :
1.Riyadus Solihin—- Imam Nawawi,
2.Al-Targhib wa al-Tarhib—-al- Munziri,
3.Subulus Salam- as- Sun a’ni,
4.Nailul Awthar-al-Syaukani,
Jangan meluputkan kamu oleh Kitab al Syamail al Muhammadiah— al-Tirmizi dan Sifru as Sa’adah– al-Fairu Zabadi. Maka pada perkara-perkara yang telah kami sebutkan terdapat kebaikan yang banyak, dan permulaan keharuman bagi pemuda Islam yang menuju kepada peradaban kebudayaan Islam yang sihat, yang tidak bertukar-tukar dan tidak kacau bilau.
“وصلى اللّه على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم”